Wednesday, August 4, 2021

Resital Sastra dari Negeri Kata-kata

Rusdy Nurdiansyah
infoanda.com/Republika
 
Perahu.
Saudagar.
Belayar, dari bandar ke bandar, rumah pecah beribu.
Kamar, tengah menganga, sejarah samudera berdarah luka.
Keduanya tak bisa lagi ditawar, tak bisa lagi diputar, tak pula dapat ditukar.
Perahu.
Bandar.
Bertolak belayar mencari jangkar, saudagar tak sempat lagi menghitung dinar.
Menghitung ringgit, menukar dolar.
 
Itulah sekelumit sajak Hasan Aspahani berjudul Saudagar, Bandar, Beras Setakar yang dibacakan pada acara Resital sastra Dari Negeri Kata-Kata di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Ahad, (29/1).
 
Acara yang diselenggarakan Yayasan Panggung Melayu ini diisi oleh Cakap-Cakap Rampai Sastra dan Pembacaan Puisi serta Cerpen dari budayawan dan penyair Kepulauan Riau yakni Hasan Aspahani, Hoesnizar Hood, Machzumi Dawood, Ramon Damora, Samson Rambah Pasir, Tarmizi, dan penyair Jemputan, Asrizal Nur dengan moderator sastrawan Maman S Mahayana.
 
Sebagai negeri kata-kata, Kepulauan Riau, sejak zaman Raja Ali Haji hingga kini tiada henti melahirkan sejumlah penyair yang berkiprah di tingkat nasional, regional, bahkan internasional. Dengan semangat itulah Yayasan Panggung Melayu dan Dewan Kesenian Provinsi Kepulauan Riau yang bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta menyemarakkan kiprah sastrawan Kepulauan Riau dalam Panggung sastra Indonesia.
 
”Tampilnya sastrawan-sastrawan Kepulauan Riau di TIM diharapkan dapat merangsang dan menumbuhkan kreativitas sastrawan generasi berikutnya, di samping sebagai bentuk silaturahmi dengan sastrawan-sastrawan dari berbagai daerah lainya,” ujar ketua penyelenggara, Asrizal Nur.
 
Pada acara yang cukup meriah dan mendapat sambutan dari masyarakat Kepulauan Riau di Jakarta dan para seniman TIM ini dibuka dengan menyuguhkan pertunjukan kolaborasi musik dan tari dari Teater Makyong, Sanggar Sanggam arahan koreografer Pepy. Pertunjukan yang cukup memukau seakan membawa penonton ke Tanah Melayu nun jauh menceritakan selintas kondisi berkebudayaan di Pulau Bintan tempat Raja Ali Haji melahirkan Gurindam 12.
 
Selanjutnya penampilan budayawan dan sastrawan Riau, Ramon Damora dengan pembacaan sajak yang diiringi musik berirama blues. Ramon dengan suara yang berat membacakan sajak-sajak bertajuk Surat Jalang, On: Dengan Hangtuah dan Iftitah Hujan. Setelah itu, muncul penyair Samson Rambah Pasir yang membacakan cerita pendek Jenab Makyong.
 
Dalam pembacaan cerita pendek itu, Samson mengungkapkan tentang kisah tragis TKI yang dianggap pendatang haram dan bahkan ada juga yang disuntik gila di Singapura. Samson tampil dramatis dan cukup membawa penonton seolah mengalami apa yang diceritakan.
 
Secara bergantian penyair-penyair membacakan sajaknya. Tarmidzi, penyair yang mempunyai Komunitas Rumah Hitam di Batam tampil dengan membacakan sajak berjudul Surat Rumah Hitam Musim Utara. Dalam sajak tersebut Tarmidzi ingin menyampaikan isi hati melalui surat kepada siapa saja. Ia bertanya kepada alam tentang rumah tempat kelahirannya yang indah di mana telah jadi hamparan padang kepiluan dengan pelataran bertulang besi yang gagah dan angkuh.
 
”Rumah panggung sepanjang kampung, kini telah jadi beton tak berupa dalam minda kita yang purba….hari lalu, kau sempat bertanya tentang air pasang dan kita sama-sama menangkap udang. Kini, bakaunya telah ditebang dan udang kita hilang. Hutan bakau itu talh jadi ladang birahi dari nafsu-nafsu liar tak terhalang…,” teriak lantang Tarmidzi saat membacakan sajaknya tentang rumah kelahirannya dari negeri seberang yang kini menjelma menjadi negeri kata-kata yakni Batam.
 
Sebagai sebuah kata-kata, penyair kamus Hasan Aspahani lalu tampil membacakan sajaknya bertajuk Saudagar, Bandar, Beras Setakar dengan gaya bercerita sinis tentang beras impor dan tentang betapa susahnya beras di Indonesia sebagai ukuran kesejahteraan suatu bangsa.
 
”…. Bendera bergambar dinar, ringgit dan dolar. Kita bukan lagi saudagar. Kita terbungkuk-bungkuk menghormat. Di bawah bendera berkibar-kibar. Kita tak punya nilai tukar. Tak paut ke jangkar. Pun tak punya bandar. Tak punya bendera dikibar. Perahu tersuruk di laut paling dasar. Ke surut paling susut. Angin kehilangan layar. Berapa harga beras setakar? Berapa? Harga…beras…setakar?” lirih Hasan sinis menutup sajaknya.
 
Selanjutnya tampil Maczuhmi Dawood, penyair tertua di antara penyair yang tampil. Menurut Ramon Damora, sulit memosisikan dalam penyair Riau angkatan mana Maczuhmi berada. ”Apakah angkatan penyair Ibrahim Sattah atau Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri,” katanya. Tapi, yang jelas penampilan Maczuhmi masih tampak gagah dan memang ia pun masih terus aktif dan setia pada tanah kelahirannya pulau Bintan tak kala penyair lain meninggalkan kampung halamannya.
 
Pertunjukan Resital Sastra Dari Negeri Kata-kata ini ditutup dengan penampilan penyair, Hoesnizar Hood yang membacakan puisi berjudul Dongeng Pasir. Dengan suaranya yang bergaung penampilan Hoesnizar terasa khidmat ketika perlahan-lahan Gurindam 12 disenandungkan. Pada saat bersamaan cahaya temaram menyirami panggung dengan diakhiri munculnya film dokumenter sejarah sastra di Kepulauan Riau.
 
Resital Sastra Dari Negeri Kata-Kata ini, menurut Asrizal, sengaja digarap dalam beragam versi. Dalam setiap pembacaan sajak, puisi maupun cerpen dikolaborasi dengan musik, tari, dan iringan lagu Gurindam 12 yang membuat mungkin sedikit berbeda. ”Cukup memberikan angin baru bagi perkembangan dan perbendaharaan sastra Riau khususnya dan Indonesia umumnya,” jelas dia.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/09/resital-sastra-dari-negeri-kata-kata/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar