Agus R. Sarjono
Majalah Tempo, 25 Jan 2010
Bahasa Indonesia pada dasarnya adalah bahasa yang kaku, agak formalistik,
dan kurang santai. Pada era Orde Baru, bahasa Indonesia yang tak santai ini
makin gerah karena dibebani feodalisme yang membedakan penggunaan bahasa bagi
mantan menteri dengan bagi bekas tukang parkir, mantan pejabat dengan bekas
penjahat. Srimulat selalu menggunakan campuran bahasa daerah dalam banyolan
mereka untuk menciptakan suasana santai. Kalau ingin memancing tawa, mereka
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena di tangan mereka,
formalitas bahasa Indonesia jadi benar-benar menggelikan.
Untuk membuat pergaulan menjadi lebih nyaman, dimunculkanlah ”bahasa gaul”.
Dalam tempo singkat, bahasa gaul merebak di mana-mana berkat peran para
selebritas sebagai pengguna utamanya. Selebritas di Indonesia menempati posisi
penting lebih dari selebritas di berbagai negara lain. Setinggi dan sedalam apa
pun ilmu sang ulama, mereka cuma dijadikan figuran dalam acara TV bulan Ramadan
dibanding selebritas. Berbagai penyuluhan mulai kesehatan, keluarga berencana,
hukum, lalu lintas, hingga demokrasi pun, diamanatkan tidak lain tidak bukan di
pundak para selebritas. Dengan posisi ”selebritas uber alles” tersebut, tak
mengherankan jika bahasa gaul segera mendominasi cara berbahasa di Indonesia,
hingga orang Flores yang bahasa Indonesianya indah, baik, dan benar melebihi
kemampuan berbahasa kebanyakan politikus itu kini tampak keder dan merasa
terkucil ke tinggalan zaman. Beberapa pejabat dan pengamat ini-itu bahkan mulai
gemar menggunakan ragam bahasa gaul dalam talk show mereka.
Memang bahasa gaul jauh lebih santai dan nyaman dalam komunikasi.
Sayangnya, ia tidak dapat digunakan untuk berpikir, merenung, dan berimajinasi.
Cobalah menyadur teks filsafat, teks sastra, atau teks ilmu pengetahuan dengan
bahasa gaul dan lihat sendiri hasilnya!
Bahasa gaul semacam subversi bagi formalitas bahasa baku. Kaum kulit hitam
Amerika atau peranakan India awalnya memang gagap berbahasa Inggris baku
sehingga sering dilecehkan dan ditertawakan. Namun kini mereka yang menguasai
dengan baik bahasa Inggris baku pun kerap dengan sengaja melakukan subversi
pada bahasa Inggris resmi. Beberapa menghasilkan pencapaian yang mencengangkan,
sebagaimana ditunjukkan oleh Toni Morrison, penulis Afro-Amerika, dan V.S.
Naipaul, penulis peranakan India. Keduanya mendapat Hadiah Nobel di bidang
sastra.
Hal yang sama terjadi dengan bahasa Belanda yang digunakan kaum Indo di
masa kolonial. Bahasa Belanda mereka yang ”aneh” dan sama sekali tak baku itu
dinamai bahasa Petjoek. Penggunaan bahasa Petjoek di kalangan Indo jelas
menjadi bahan ejekan dan tertawaan orang-orang Belanda tulen, baik karena
logatnya maupun karena struktur bahasanya yang nekat dan dianggap norak. Dengar
saja lagu Tante Lien, Geef Mij Maar Nasi Goreng, yang luar biasa populer di
kalangan Indo Belanda.
Namun Tjalie Robinson (nama asli nya Jan Boon, nama samarannya yang lain
Vincent Mahieu) justru tidak menyembunyikan identitasnya sebagai orang Indo. Di
majalah Orientatie ia bahkan mengakui dirinya sebagai ”Si Tjalie Anak Betawi”.
Selain menulis cerpen-cerpen dalam bahasa Belanda baku, ia menulis master
piece-nya justru dalam bahasa Petjoek, yakni Piekerans van een straatslijper (Pikiran-pikiran
seorang tukang kluyuran). Orang-orang Belanda terpukau dan tak lagi bisa
tertawa sinis atau melecehkannya.
Sejauh ini sulit dibayangkan para selebritas akan bersusah payah
memperjuangkan bahasa gaul melalui pencapaian seni, filsafat, dan ilmu
pengetahuan. Lagi pula, kalau seorang pemain sinetron atau pelawak jauh lebih
makmur, dihormati, dan dipercaya mengemban urus an besar dibanding para guru
besar, ilmuwan, dan peneliti, mengapa pula mereka harus berpikir keras dan
mendalam, yang di Indonesia jelas tak membawa manfaat.
Lahirnya bahasa gaul sendiri merupakan gejala yang sehat. Ia memaksa bahasa
baku untuk mawas diri. Namun ia menjadi tidak sehat ketika mulai mendominasi
penggunaan berbahasa bahkan di forum-forum yang tidak patut menggunakan bahasa
gaul. Ia juga menjadi tidak sehat manakala masyarakat di berbagai pelosok
Indonesia mulai dipaksa tergopoh-gopoh memahami dan menggunakan bahasa gaul
yang jauh dari pengalaman batin mereka. Penggunaan bahasa gaul yang kelewat
dominan akan membuat penggunanya menjadi enggan berpikir, merenung, dan
berimajinasi. Bagaimana jika bangsa Indonesia didominasi oleh tuturan yang
membuat orang tidak berpikir, enggan merenung, malas berimajinasi? Khazanah
bahasa gaul memiliki jawabannya: ”Emangnya gue pikirin!”
Masihkah kita berharap dan memimpikan sebuah bahasa Indonesia yang anggun
dan luas terbuka sebagai wahana perenungan, pemikiran, dan berimajinasi?
***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Wednesday, August 4, 2021
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A Kholiq Arif
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
A'yat Khalili
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Kirno Tanda
Abdullah Harahap
Acep Zamzam Noor
Adi Toha
Adrian Balu
Afri Meldam
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T.
Agus Hernawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
Ahid Hidayat
Ahmad Baedowi
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Khadafi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Ali Audah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amir Hamzah
Ana Mustamin
Anam Rahus
Andari Karina Anom
Andi Achdian
Andra Nur Oktaviani
Anindita S Thayf
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Apresiasi Sastra (APSAS)
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Aryadi Mellas
AS Laksana
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Astree Hawa
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Ngashim
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Darto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Cak Sariban
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
Daisy Priyanti
Damhuri Muhammad
Dandy Bayu Bramasta
Dani Sukma Agus Setiawan
Daniel Dhakidae
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Rina Cahyani
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Wahyu Kusuma
Dick Hartoko
Djajus Pete
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Donny Anggoro
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Faizin
Eko Nuryono
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Endang Susanti Rustamadji
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Idawati
Evi Sukaesih
F. Rahardi
Fadhila Ramadhona
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Fairuzul Mumtaz
Faisal Fathur
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Farid Gaban
Fariz al-Nizar
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrozak
Faza Bina Al-Alim
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Fian Firatmaja
Fina Sato
Fitri
Franz Kafka
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Hairus Salim
Hamdy Salad
Happy Salma
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasif Amini
HB Jassin
Hendy Pratama
Henry Nurcahyo
Herman Syahara
Hernadi Tanzil
Heru Nugroho
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Gusti Ngurah Made Agung
Iberamsyah Barbary
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idrus
Ignas Kleden
Ilham
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imelda Bachtiar
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indria Pamuhapsari
Indrian Koto
Inung AS
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
Iva Titin Shovia
Iwan Nurdaya-Djafar
Iwan Simatupang
Jabbar Abdullah
Jakob Oetama
Jakob Sumardjo
Jalaluddin Rakhmat
Jaleswari Pramodhawardani
James Joyce
Jansen H. Sinamo
Januardi Husin
Jauhari Zailani
JJ. Kusni
John H. McGlynn
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joni Ariadinata
Juan Kromen
Junaidi Khab
Kahfie Nazaruddin
Kamajaya Al. Katuuk
Khansa Arifah Adila
Kho Ping Hoo
Khoirul Abidin
Ki Supriyoko
Kiagus Wahyudi
Kitab Para Malaikat
Knut Hamsun
Koh Young Hun
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kunni Masrohanti
Kurniawan
Kuswinarto
L.K. Ara
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leo Tolstoy
Lesbumi Yogyakarta
Levi Silalahi
Linda Sarmili
Lukisan
Lutfi Mardiansyah
M Shoim Anwar
M. Aan Mansyur
M. Abdullah Badri
M. Adnan Amal
M. Faizi
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Marianne Katoppo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Mashuri
Max Arifin
MB. Wijaksana
Melani Budianta
Mohammad Yamin
Muhammad Ainun Nadjib
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mustamin Almandary
Mustiar AR
Musyafak Timur Banua
Myra Sidharta
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nawal el Saadawi
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurur Rokhmah Bintari
Oka Rusmini
Onghokham
Otto Sukatno CR
Pakcik Ahmad
Pameran
Parakitri T. Simbolon
Pattimura
Pentigraf
Peter Handke
Petrik Matanasi
Pramoedya Ananta Toer
Prima Sulistya
Priyo Suwarno
Prosa
Puisi
Purwanto
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Ng. Ronggowarsito
R. Timur Budi Raja
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Rama Prambudhi Dikimara
Ramadhan KH
Rambuana
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Raudal Tanjung Banua
Raymond Samuel
Reko Alum
Remmy Novaris DM
Remy Sylado
Resensi
Rey Baliate
Ribut Wijoto
Riduan Situmorang
Rikard Diku
Riki Dhamparan Putra
Riri Satria
Rizki Alfi Syahril
Robert Adhi KS
Roland Barthes
Ronggowarsito
Rony Agustinus
Royyan Julian
Rozi Kembara
Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR)
Rusdy Nurdiansyah
Rusydi Zamzami
S. Arimba
S. Jai
Sabrank Suparno
Safar Nurhan
Sajak
Samsul Anam
Santi T.
Sapardi Djoko Damono
Sari Novita
Sarworo Sp
Sasti Gotama
Sastra Luar Pulau
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekar Sari Indah Cahyani
Selendang Sulaiman
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Setiyardi
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sobih Adnan
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Sonia
Sosiawan Leak
Sovian Lawendatu
Sri Wintala Achmad
Stephen Barber
Subagio Sastrowardoyo
Sugito Ha Es
Sukron Ma’mun
Sumargono SN
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
T. Sandi Situmorang
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Eska
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Toeti Heraty
Tri Umi Sumartyarini
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Usman Arrumy
Wahyu Dhyatmika
Wahyu Hidayat
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Welly Kuswanto
Wicaksono Adi
Willem B Berybe
WS. Rendra
Y.B. Mangunwijaya
Yohanes Sehandi
Yudhistira ANM Massardi
Yukio Mishima
Yusi A. Pareanom
Zainal Arifin Thoha
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Zeynita Gibbons
Zulfikar Akbar
No comments:
Post a Comment