Wednesday, August 4, 2021

Petjoek

Agus R. Sarjono
Majalah Tempo, 25 Jan 2010
 
Bahasa Indonesia pada dasarnya adalah bahasa yang kaku, agak formalistik, dan kurang santai. Pada era Orde Baru, bahasa Indonesia yang tak santai ini makin gerah karena dibebani feodalisme yang membedakan penggunaan bahasa bagi mantan menteri dengan bagi bekas tukang parkir, mantan pejabat dengan bekas penjahat. Srimulat selalu menggunakan campuran bahasa daerah dalam banyolan mereka untuk menciptakan suasana santai. Kalau ingin memancing tawa, mereka menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena di tangan mereka, formalitas bahasa Indonesia jadi benar-benar menggelikan.
 
Untuk membuat pergaulan menjadi lebih nyaman, dimunculkanlah ”bahasa gaul”. Dalam tempo singkat, bahasa gaul merebak di mana-mana berkat peran para selebritas sebagai pengguna utamanya. Selebritas di Indonesia menempati posisi penting lebih dari selebritas di berbagai negara lain. Setinggi dan sedalam apa pun ilmu sang ulama, mereka cuma dijadikan figuran dalam acara TV bulan Ramadan dibanding selebritas. Berbagai penyuluhan mulai kesehatan, keluarga berencana, hukum, lalu lintas, hingga demokrasi pun, diamanatkan tidak lain tidak bukan di pundak para selebritas. Dengan posisi ”selebritas uber alles” tersebut, tak mengherankan jika bahasa gaul segera mendominasi cara berbahasa di Indonesia, hingga orang Flores yang bahasa Indonesianya indah, baik, dan benar melebihi kemampuan berbahasa kebanyakan politikus itu kini tampak keder dan merasa terkucil ke tinggalan zaman. Beberapa pejabat dan pengamat ini-itu bahkan mulai gemar menggunakan ragam bahasa gaul dalam talk show mereka.
 
Memang bahasa gaul jauh lebih santai dan nyaman dalam komunikasi. Sayangnya, ia tidak dapat digunakan untuk berpikir, merenung, dan berimajinasi. Cobalah menyadur teks filsafat, teks sastra, atau teks ilmu pengetahuan dengan bahasa gaul dan lihat sendiri hasilnya!
 
Bahasa gaul semacam subversi bagi formalitas bahasa baku. Kaum kulit hitam Amerika atau peranakan India awalnya memang gagap berbahasa Inggris baku sehingga sering dilecehkan dan ditertawakan. Namun kini mereka yang menguasai dengan baik bahasa Inggris baku pun kerap dengan sengaja melakukan subversi pada bahasa Inggris resmi. Beberapa menghasilkan pencapaian yang mencengangkan, sebagaimana ditunjukkan oleh Toni Morrison, penulis Afro-Amerika, dan V.S. Naipaul, penulis peranakan India. Keduanya mendapat Hadiah Nobel di bidang sastra.
 
Hal yang sama terjadi dengan bahasa Belanda yang digunakan kaum Indo di masa kolonial. Bahasa Belanda mereka yang ”aneh” dan sama sekali tak baku itu dinamai bahasa Petjoek. Penggunaan bahasa Petjoek di kalangan Indo jelas menjadi bahan ejekan dan tertawaan orang-orang Belanda tulen, baik karena logatnya maupun karena struktur bahasanya yang nekat dan dianggap norak. Dengar saja lagu Tante Lien, Geef Mij Maar Nasi Goreng, yang luar biasa populer di kalangan Indo Belanda.
 
Namun Tjalie Robinson (nama asli nya Jan Boon, nama samarannya yang lain Vincent Mahieu) justru tidak menyembunyikan identitasnya sebagai orang Indo. Di majalah Orientatie ia bahkan mengakui dirinya sebagai ”Si Tjalie Anak Betawi”. Selain menulis cerpen-cerpen dalam bahasa Belanda baku, ia menulis master piece-nya justru dalam bahasa Petjoek, yakni Piekerans van een straatslijper (Pikiran-pikiran seorang tukang kluyuran). Orang-orang Belanda terpukau dan tak lagi bisa tertawa sinis atau me­lecehkannya.
 
Sejauh ini sulit dibayangkan para selebritas akan bersusah payah memperjuangkan bahasa gaul melalui pencapaian seni, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Lagi pula, kalau seorang pemain sinetron atau pelawak jauh lebih makmur, dihormati, dan dipercaya mengemban urus an besar dibanding para guru besar, ilmuwan, dan peneliti, mengapa pula mereka harus berpikir keras dan mendalam, yang di Indonesia jelas tak membawa manfaat.
 
Lahirnya bahasa gaul sendiri merupakan gejala yang sehat. Ia memaksa bahasa baku untuk mawas diri. Namun ia menjadi tidak sehat ketika mulai mendominasi penggunaan berbahasa bahkan di forum-forum yang tidak patut menggunakan bahasa gaul. Ia juga menjadi tidak sehat manakala masyarakat di berbagai pelosok Indonesia mulai dipaksa tergopoh-gopoh memahami dan menggunakan bahasa gaul yang jauh dari pengalaman batin mereka. Penggunaan bahasa gaul yang kelewat dominan akan membuat penggunanya menjadi enggan berpikir, merenung, dan berimajinasi. Bagaimana jika bangsa Indonesia didominasi oleh tuturan yang membuat orang tidak berpikir, enggan merenung, malas berimajinasi? Khazanah bahasa gaul memiliki jawabannya: ”Emangnya gue pikirin!”
 
Masihkah kita berharap dan memimpikan sebuah bahasa Indonesia yang anggun dan luas terbuka sebagai wahana perenungan, pemikiran, dan berimajinasi?
***

http://sastra-indonesia.com/2017/08/petjoek/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar