Saturday, July 10, 2021

Penyair dan Puisinya

Marhalim Zaini *
 
“Apakah kita masih percaya pada keniscayaan kata?
Pada hanya sebuah kata?”
 
Baris terakhir puisi Rida K Liamsi yang saya kutip di atas berjudul “Surat kepada GM.” Dalam puisi itu, dua kali, Rida bertanya, ihwal “apakah kita masih percaya pada keniscayaan kata?” Andai yang bertanya semcam itu bukan seorang penyair, dan bukan dalam sebuah puisi, agaknya kita boleh maklum. Tapi, karena Rida adalah seorang penyair, yang (tentu) berangkat menulis puisi dari rasa kepercayaan penuh pada “keniscayaan” kata-kata, maka pertanyaan itu boleh jadi bagai pisau bermata dua. Ketika kata-kata sebagai senjata penyair telah diragukan ketajamannya, maka dengan apa lagi panyair membangun “ruang menyelenggarakan sunyi,” (meminjam Abdul Hadi W.M).
 
Hemat saya, ketegangan (jika bisa disebut begitu) antara penyair dan puisinya (kata-kata) adalah soal klasik, yang seolah terus membuntuti dunia kreatif kepenyairan kita. Sehingga, ketegangan itu sendiri adalah dinamika, yang tidak hanya harus ada dalam proses penciptaan (dunia dalam), tapi juga selalu ada ketika puisi selesai diciptakan—yang persentuhannya dengan dunia luar, dunia pembaca. Dunia dalam, adalah ruang tempat penyair dan kata-kata berjibaku, memilih-memilah-menemukan. Dunia luar, adalah ruang tempat penyair dan puisi saling bersalaman, mengucapkan selamat jalan pada garis nasibnya masing-masing. Di dunia luar inilah, penyair dan puisi, kerap saling mempertanyakan eksistensinya masing-masing, terutama dalam dunia pembaca.
 
Namun, bukan perkara mudah, memisah-misahkan keduanya: penyair dan puisi—meski Roland Bhartes sudah menegaskannya dalam The Death of the Author (1977). Betapapun keniscayaan kata telah demikian diragukan oleh Rida, misalnya, pun pernah oleh Chairil Anwar; “pena dan penyair, keduanya mati berpalingan.” Toh nyatanya, ke mana pun puisi pergi, nama penyair terus disebut-sebut. Ekstrimnya, bahkan, orang kerap bertanya, puisinya bicara tentang moral, kok penyairnya tak bermoral?
 
Dan dengan begitu—ini yang agaknya dikuatirkan Bhartes—pintu korespondensi teks menjadi tertutup. Puisi, akan berhenti mereproduksi teks-teks lain, yang memiliki jejaring signifikansinya dalam resepsi pembaca (sebagaimana dalam konsepsi intertekstualitas). Jika Afrizal Malna pernah menyebut bahwa membaca puisi itu adalah juga kerja “memobilisasi teks,” maka mobilitasnya pun akan tersendat oleh adanya “hubungan paternalistik” antara penyair dan puisinya ini.
 
Ketika orang kerap menghubung-kaitkan langsung, dari apa yang terbaca dalam teks puisi, adalah mutlak representasi “pengalaman” si penyairnya, maka puisi menjadi “anak-anak gamang” yang tak mandiri. Anak-anak yang tak mampu “membesarkan” dirinya sendiri dalam proses permaknaan di ruang publik. Padahal, dalam proses penciptaan, apa yang disebut sebagai “pengalaman” itu, telah berkembang (bahkan bermetamorfosis) menjadi kata. Kata, menjadi diksi, menjadi baris, menjadi bait, menjadi bangunan puisi—yang kadang, penyairnya sendiri pun kaget dengan kehadirannya. Puisi, kadang, dalam perkembangannya, sama sekali “tak mirip” secara “genetis” dengan penyairnya. Puisi, adalah kelahiran tak terduga dari rahim kata-kata.
 
Akan tetapi, anehnya, penyair tak bisa tidak untuk terus melahirkan puisi. Puisi yang, bahkan tak ia percayai lagi keniscayaan kata-kata di dalamnya. Puisi, yang bagai kekasih yang teramat setia ketika proses pergumulan, dan menjadi seolah menjauh, seolah berkhianat, ketika usai percintaan. Penyair tak bisa lari dari puisi, tapi puisi tidak. Sampai-sampai Acep Zamzam Noor pernah “bertanya” kepada Tuhan dalam puisi berjudul “Mengapa Selalu Kutulis Sajak,” yang kutipannya berbunyi, “Apabila kerinduan tiba-tiba menyerbuku, mengapa harus sajak, Tuhanku, mengapa harus ia yang mampu kupersembahkan kepada-Mu.”
***

*) Marhalim Zaini, lahir di Teluk Pambang Bengkalis Riau, 15 Januari 1976. Alumnus Jurusan Teater Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, esai budaya, resensi, naskah drama, juga cerbung dipublikasikan ke berbagai media massa lokal, nasional, dan internasional di antaranya Kompas, Majalah Sastra Horison, Media Indonesia, Republika, Koran Tempo, Jurnal Puisi, Jawa Pos, Bali Post, Surabaya Pos, Lampung Post, Riau Pos, Majalah Budaya Sagang, Pustakamaya (Malaysia), dan Prince Claus Fund Journal Netherlands, dll. http://sastra-indonesia.com/2020/04/penyair-dan-puisinya/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar