Monday, June 21, 2021

Ubud Writers & Readers Festival, Nobel dan Selembar Kisah Usang

Aziz Abdul Ngashim
 
Biasanya saya ingat setiap oktober selalu ada sebuah festival sastra terbesar di asia tenggara, sayangnya festival sebesar ini justru tenggelam dalam hiruk pikuk maling ATM dan banjir Jakarta. tapi biarkanlah kita yang tetap mengapresiasi festival tersebut. dibalik ingatan saya tentang Ubud Writers &Readers Festival ternyata saya tidak tahu kalau sebelum itu ada lomba menulis “fiksi mini”, tahunya setelah beberapa kawan berbagi link tulisan. sudahlah yang penting saya sudah berpartisipasi sebagai voter untuk kawan-kawan.
 
tapi ada satu hal di masa lalu yang tiba-tiba terlintas dalam ingatan saya yang sangat terbatas ini, pertama kisah tentang seorang sastrawan yang menolak nobel hingga esai saut situmorang tentang Ubud Writers &Readers Festival 2006. yang mengomentari sastrawan Teater Utan Kayu dalam keikutsertaannya dalam festival tersebut. sebelum bercerita jauh tentang sastrawan penolak nobel mari tengok sebentar esai saut berjudul “Dusta”. dimana saut begitu bahagia membaca “laporan” Chavchay Syaifullah di Media Indonesia berjudul “karya bagus argumentasi lemah” tentang “kegagapan forum” orang-orang TUK di arena sastra “internasional” berbahas inggris seperti Ubud Writers &Readers Festival.
 
“kegagapan forum” yang dimaksud disini yaitu adanya kekurangan bahasa di arena “internasional”. masih menurut saut, ketidakmampuan itu bisa dilihat dari buruknya terjemahan cerpen-cerpen Jose Luis Borges yang dialih bahasakn oleh Hasif Amini. jika apa yang ditulis C. Syaifullah dan dikutip oleh saut itu benar adanya, jika sastrawan-sastrawan TUK saja terpeleset begitu dalam maka rasanya saya seperti terjebak dalam “keterkecilan” diri untuk berpartisipasi dalam festival besar tersebut.
***
 
dalam bidang sastra, nobel prize pernah bermasalah dengan 3 orang, diantaraya Boris Pastrenak, Samuel Barclay Becket, dan Jean-Paul Sartre. jika Boris Pastrenak gagal mendapat nobel karena campr tangan uni sovyet dan Barclay Becket menerima nobel tapi menolak ikut upacara dan memberi pidato tapi tetap menerima hadiah uangnya, uang tersebut dia bagi-bagiakan kepada teman-teman sastrawannya dan dia tidak menerima sepeserpun. kisah unik juga menimpa Jean-Paul Sartre.
 
Jean-Paul Sartre menolak “anugerah” Hadiah Nobel untuk Sastra tahun itu! Apa Sartre sudah gila? Apa mungkin cacat matanya membuat saraf otaknya tidak mampu lagi bekerja normal, seperti para sastrawan Nobel lain yang normal itu? Entahlah, tapi yang pasti Sartre tetap menolak Hadiah Nobelnya sampai dia meninggal dunia. Kita tentu bertanya-tanya: kenapa Sartre menolak Hadiah Nobelnya? Apa sebabnya?
 
Menurut yang empunya cerita, konon hanya ada dua alasan yang diberikan Jean-Paul Sartre untuk menolak menerima Hadiah Nobel Sastra untuk tahun 1964 itu: pertama, menurut Sartre seharusnya penyair Komunis dari Chile bernama Pablo Neruda yang lebih pantas untuk mendapat Hadiah Nobel Sastra tahun itu, dan kedua, Sartre tidak mau karyanya dibaca hanya karena dia menang Hadiah Nobel yang nota bene, menurutnya, merupakan produk/simbol dari masyarakat borjuis-kapitalis yang direpresentasikan oleh Akademi Swedia itu sendiri. Sartre berargumentasi, dari Uni Soviet hanya para pengarang yang melawan rejim komunis saja yang mendapat Hadiah Nobel Sastra. Nah, kan.
 
biarkan para peraih nobel di masa lalu dengan egoisme dan idealismenya, dan biarkan juga saut bertahan dengan anti KLA’y, biarkan taufik ismail dan mohtar lubis panas dingin mendengar Pramodya mendapat magasay award. yang penting mari kita semua mengapresiasi setiap lembaga maupun orang yang memberi ruang dan penghargaan untuk para penulis dan sastrawan. Biarkan Ubud Writers &Readers Festival dengan cara penilaian yang dianggap terbaik. Biarkan KLA menggunakan sistem penilaiannya sendiri. Biarkan pula Pena Kencana menggunakan sistem penilaian seperti Indonesian Idol, yang menggunakan SMS. Biarkan pula Yayasan Ramon Magsaysay menggunakan kriteria dan sistem penilaiannya sendiri. dan biarkan Akademi Swedia dengan cara pandang sendiri tentang siapa yang terbaik, toh yang pasti apapun cara, bentuk dan namanya setiap penghargaan selalu berarti dan memiliki nilai tersendiri.
***

http://sastra-indonesia.com/2012/05/ubud-writers-readers-festival-nobel-dan-selembar-kisah-usang/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar