Tuesday, June 1, 2021

FENOMENA KANTONG-KANTONG SASTRA

Gunoto Saparie *
Harian Wawasan, 16 Juni 2010
 
Menjelang Temu Sastrawan Jawa Tengah 2010 yang diadakan DKJT 19 Juni mendatang, saya teringat pernyataan Korrie Layun Rampan, yang mengatakan bahwa Jawa Tengah merupakan penyumbang terbesar para penyair dan sajak-sajak (puisi). Dalam Antologi Puisi Jawa Tengah , tercatat 47 penyair dengan 118 puisi. Selain itu, beberapa penerbitan lainnya seperti antologi puisi Kicau Kepodang (I-III), Menara, Menoreh, Serayu , dan lain-lain, menunjukkan bahwa Jawa Tengah menyimpan banyak penyair. Kota-kota seperti Solo, Magelang, Temanggung, Purworejo, Purwokerto, Tegal, Banjarnegara, Purbalingga, Semarang, Kudus, Jepara, Pati, Batang, dan Pekalongan, ternyata memiliki potensi kesuastraan yang tidak dapat diabaikan.
 
Para sastrawan dan penyair itu terwadahi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya sering begitu informal, tidak seperti organisasi kemasyarakatan pada umumnya. Para anggota komunitas-komunitas tersebut sangat beragam, dengan berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Mereka disatukan oleh aktivitas yang sama, yaitu penciptaan dan diskusi tentang sastra, terutama puisi. Mereka selain mengirimkan karyanya ke media cetak yang terbit di Semarang, juga di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Lampung, Medan, Denpasar, dan lain-lain.
 
Mereka pun menerbitkan karya-karya dalam bentuk antologi bersama, baik ditulis dalam kertas stensilan maupun cetak melalui penerbitan resmi. Boleh dikatakan, kegiatan sastra tidak lagi terpusat di Jakarta. Di Jawa Tengah juga, sekitar tahun 1994-1995, Beno Siang Pamungkas, Triyanto Triwikromo, Sosiawan Leak, dan Kusprihyanto Namma, menggelindingkan suatu gerakan yang disebut sebagai Revitalisasi Sastra Pedalaman.
 
Meskipun apa yang dimunculkan oleh penggagas Sastra Pedalaman itu bukan hal baru, tetapi ”pengontraan” para sastrawan daerah terhadap Jakarta menunjukkan, bahwa para pemerhati sastra yang ingin mengikuti pertumbuhan dan perkembangan kesusastraan Indonesia secara kontinyu pun harus merambah pula ke kantong-kantong sastra yang bermunculan di daerah-daerah.
Hampir pada setiap kota dan kabupaten di wilayan Jawa Tengah memiliki kantong sastra.
 
Kota dan kabupaten yang selama ini kelihatannya sepi dari kegiatan sastra karena kurang terekspos di media massa, ternyata memiliki kantong sastra juga. Yang menarik, mereka tidak hanya mengirimkan karya-karya, baik puisi, cerita pendek, esai, atau kritik sastra, ke koran atau majalah resmi, tetapi juga ke berbagai jurnal, buletin, news letter, yang beredar secara terbatas. Agaknya mereka mendapatkan alternatif atau kompensasi ketika media cetak resmi di kota-kota besar seperti Semarang, Bandung, Jakarta, Surabaya, maupun Yogyakarta, tidak mudah untuk mereka ”tembus”.
 
Sesungguhnya di Jawa Tengah, tepatnya di Semarang, pada tahun 1983 ada suatu pernyataan sejumlah penyair yang ditulis seusai mereka mengikuti pertemuan dan diskusi di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS).
 
Pernyataan Penyair Jawa Tengah 1983 yang diproklamasikan di rumah Darmanto Jatman Jalan Menoreh Raya Sampangan Semarang itu, pada intinya merupakan penolakan terhadap pemusatan kesusastraan di Jakarta dengan Taman Ismail Marzuki (TIM), Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), dan majalah Horison -nya. Jakarta bukan lagi satu-satunya sumber legitimasi kepenyairan dan kesastrawanan Indonesia. Dalam salah satu poin pernyataan itu, penyair Jawa Tengah menyatakan komitmennya untuk lebih memuliakan lingkungan di mana sang penyair tersebut berada.
 
Semarang pada tahun 1980-an pernah memiliki Keluarga Penulis Semarang (KPS) yang diketuai Bambang Sadono SY. Organisasi ini setiap bulan sekali menyelenggarakan Panggung Sastra dengan menampilkan para penyair untuk membacakan puisi-puisi mereka. Selain pembacaan puisi, diadakan semacam diskusi, yang biasanya begitu ramai dan sengit. Sejumlah sastrawan penting di Semarang seperti Darmanto Jatman, Yudiono KS, B Soetiman, Halis LS, Heru Emka, Setyo Yuwono Sudikan, Nurdien Haka, Timur Sinar Suprabana, Pamuji MS, Agoes Dhewa, Bambang Supranoto, Prasetyo Utomo, dan lainlain, aktif terlibat. KPS ketika itu membuktikan, bahwa aktivitas sastra tidak harus digelar di TIM. Apalagi surat kabar lokal ketika itu, Suara Merdeka, banyak memuat kegiatan-kegiatan KPS. Sayang setelah sekitar sepuluh tahun ”berjaya”, KPS yang sempat berganti pimpinan ke Handry TM, terpaksa bubar. Tetapi, meskipun demikian, perannya dalam menghidup-hidupkan iklim bersastra di Semarang tak bisa dipungkiri.
 
KPS sesungguhnya tidak sendirian di Semarang. Di kota ini pun muncul komunitas-komunitas sastra lain. Teater Kuncup, misalnya, yang aktivitasnya selain di bidang teater, juga sastra. Kelompok pimpinan Djawahir Muhammad ini banyak menyelenggarakan lomba baca puisi yang diberi tajuk ”Semarang dalam Sajak”. Puisi-puisi yang dibacakan adalah hasil lomba tulis puisi ”Semarang dalam Sajak”, yaitu bertema tentang Kota Semarang dengan segenap problematikanya.
 
Teater Kuncup ini kemudian dibubarkan sendiri oleh pendirinya, Djawahir. Tetapi kemudian ia mendirikan komunitas dengan nama lain, yaitu Aktor Studio, yang aktivitasnya kurang lebih sama dengan Teater Kuncup. Triyanto Triwikromo, sastrawan yang sedang naik daun itu, ternyata pernah aktif di komunitas ini. Komunitas sastra lain di Semarang yang patut diperhitungkan adalah Teater Emka, di mana selain bergerak di bidang teater, juga sastra.
 
Teater ini adalah milik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro dan masih eksis sampai kini. Beberapa orang yang pernah menjadi motor komunitas ini adalah Agus Maladi Irianto, Budi Maryono, Gunawan Budi Susanto, Masturi W Syafaat, dan lain-lain. Di Semarang pula pernah berdiri Kumandang Sastra di bawah pimpinan Victor G Rusdianto yang banyak menyelenggarakan pelatihan baca puisi.
 
Di Kendal ini berdiri Teater Semut yang dipimpin Aslam Kussatyo. Selain Teater Semut, sesungguhnya ada komunitas sastra lain di Kendal, yaitu Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR), yang dimotori Abdul Karim Husain, Noeng Runua, Abdul Wahab, Iswahyudi Noor, dan lain-lain. Di Kudus berdiri Keluarga Penulis Kudus (KPK). Di kabupaten lain muncul kelompokkelompok sastrawan yang cukup eksis di derahnya.
 
Yang menarik, komunitas-komunitas sastra yang bermunculan di Jawa Tengah itu sering lahir tanpa konsepsi matang. Mereka agaknya mendirikan komunitas sastra dengan maksud hanya sebagai ajang silaturahmi. Komunitas sastra ini sering tanpa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Sifatnya yang nirlaba dan swadaya, bukan merupakan lembaga pemerintah, membuat komunitas sastra itu terkesan sangat informal, longgar, dan jauh dari ”tampang birokratis”.
 
Mudah-mudahan Temu Sastrawan Jawa Tengah ini bisa menjadi forum silaturahmi dan saling tukar informasi antarsastrawan serta antarkomunitas sastra. Kita memang sudah lama merindukan forum semacam ini.
***

*) Sekretaris Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Tinggal di Semarang. http://sastra-indonesia.com/2011/09/fenomena-kantong-kantong-sastra/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar