Sunday, April 11, 2021

UMBU

M. Faizi *
 
Sejak masa remaja dulu, saya punya keinginan bertemu dengan Umbu Landu Paranggi. Dari kabar tersiar, saya tahu beliau tinggal di Bali. Semula, saya mengenal namanya lewat sebutan demi sebutan orang-orang di dalam tulisan mereka yang tersebar rubrik sastra mingguan, di koran-koran yang kala itu berjaya, seperti di Jawa Pos, Suara Karya, Suara Pembaruan, Pelita, Kedaulatan Rakyat, dll.
 
Waktu mendapatkan berita adanya lomba cipta puisi yang diselenggarakan oleh Sanggar Minum Kopi, kisaran tahun 1994, saya langsung ikut serta. Pasalnya, konon, Umbu adalah salah satu jurinya. Ketika dengar kalau beliau mengampu rubrik sastra di Bali Post, saya kirim. Semua itu terjadi pada usia saya belum 20 tahun. Walhasil, untuk kedua hal itu, saya tidak berhasil.
 
Salah satu hal yang membuat saya ngotot ingin lebih dekat dengan Presiden Penyair Malioboro tersebut adalah tangan dinginnya dalam membimbing. Ini masyhur bagi banyak orang. Penyair-penyair yang ditemaninya belajar dipastikan ‘jadi’. Salah satu contoh yang saya tahu adalah Raudal Tanjung Banua. Saya menguntit karya-karya Raudal di koran, tanpa sepengetahuannya dan tanpa merasa perlu kenal langsung dengannya sebab hanya seusia dengan saya. Sekurang-kurangnya, saya terpikat pada cara Raudal dalam mengungkapkan suasana ke dalam puisi dan catatannya, ‘masuk’.
 
Lalu, saya mencari cara yang lain, yaitu mendekat kepada Umbu melalui orang yang pernah dekat dan sezaman dengannya. Sebetulnya, ada nama lain yang saya tahu, yaitu Ragil Suwarna Pragolapati. Akan tetapi, karena Ragil dikabarkan menghilang secara moksa, kini yang tersisa tinggal satu nama: Iman Budi Santosa. Menurut teman-teman, nama terakhir ini merupakan orang terdekat Umbu semasa bergulat di Persada Studi Klub, di Malioboro, di kala itu, ketika Malioboro masih menjadi pusat penyair dalam menggali jati dirinya.
 
Akhirnya, saya pun sering bertemu dengan Mas Iman di Sanggar Teater ESKA, namun tidak sekali pun kami terlibat dalam bicara. Entah, saya merasa sungkan. Kalaupun terjadi obrolan sepatah kata, pasti itu tentang hal lain, seperti tentang kartu, tentang makanan, atau gosip para sastrawan, bukan tentang sastra. Namun, itu sudah cukup, kata saya. 'Tidak kenal dengan Umbu tidak apa-apalah, cukup kenal dengan orang terdekatnya.' Demikianlah saya menghibur diri.
 
Baru pada tahun 2016, saya bisa intens berkomunikasi dengan Mas Iman, di saat saya justru tidak lagi tinggal di Jogja. Kami terlibat proyek penerbitan buku “Ketam Ladam Ladang Ingatan” dan buku saya sendiri, “Nyalasar”, yang secara kebetulan ditebitkan oleh penerbit yang sama,  Lembaga Seni Reboeng. Melalui kesempatan itulah saya sering bercakap-cakap dengan beliau, lebih serius tentang kekaryaan, tentang sastra, tapi masih belum satu kunci pun tentang Umbu. Dan saya tetap menunggu.
 
Hingga akhir 2017 atau setahun kemudian, lewat Raudal Tanjung Banua yang sudah saya kenal, saya berhasil terhubung dengan Nuryana Asmaudi. Beliau meminta saya menulis kata pengantar untuk bukunya, “Doa Bulan untuk Pungguk”. Sejatinya, saya menolak karena banyak pertimbangan, salah satunya adalah—tentu saja—faktor kelayakan. Akan tetapi, akhirnya saya tetap menulis karena beliau menyangkutpautkan proyek buku puisi tersebut dengan nama Umbu Landu Paranggi, tentu saja, berkat tulisan saya. Jadi, melalui perantara Mas Nur ini, akhirnya pikiran dan tulisan saya bisa sampai juga akhirnya ke Umbu Landu Paranggi.
 
Mengapa saya begitu ngotot melakukan ini semua? Saya terpukau pada kesunyiannya: suatu momentum puncak dalam kepenyairan. Begitu pula, selain ketabahan, saya menemukan hal itu pada rekannya, Iman Budi Santosa. Dari mereka, saya menemukan pelajaran, bahwa puisi merupakan salah satu tempat bertafakur dengan cara yang paling sublim. Dan mencintai puisi tidak harus menjadi penyair, lebih-lebih haus—eh, maaf—harus masyhur.
 
Kini, keduanya telah pergi dan kita nyaris tidak mungkin bertemu lagi. Saya sepakat jika ada yang meringkuk dalam kesendirian lalu bergumam di dalam sepi: “Bahwa tidak mungkin bertemu lagi adalah satuan waktu yang lama sekali.”
***
 
*) M. Faizi, dilahirkan tanggal 27 Juli 1975 di Guluk-Guluk, Sumenep, Madura. Puisi-puisinya dimuat di koran dan majalah; Republika, Aula, Pikiran Rakyat, Ulumul Qur’an, Basis, Surabaya Post, Serambi Indonesia, Suara Muhammadiyah, MPA, Kedaulatan Rakyat, Koran Merapi, Memorandum, Jawa Pos, Romansa, Riau Pos, Lampung Post, Banjarmasin Pos, Fajar, Horison, Tashwirul Afkar, Pedoman Rakyat, Bahana (Brunei Darussalam), Orientierungen (Jerman), dll. Buku-buku antologi puisi tunggalnya; “18+” (Diva Press, 2003), “Sareyang” (Pustaka Jaya, 2005), “Rumah Bersama” (Diva Press, 2007), “Permaisuri Malamku (Diva Press, 2011). Ia kerap menghadiri beberapa kegiatan nasional dan internasional, seperti Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2008 di Bali, Jakarta Berlin Arts Festival di Berlin 2011, Temu Sastrawan Indonesia ke-IV di Ternate 2011, Pertemuan Penyair Nusantara di Jambi 2012, dll. Buku catatan perjalanannya diterbitkan Komodo Books berjudul “Merentang Sajak Madura-Jerman” (Juni, 2012), dll.

http://sastra-indonesia.com/2021/04/umbu/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar