M.D. Atmaja
Sore, ketika matahari telah mulai menjadi ramah, Lelaki Pendosa melangkah
memburu di jalan-jalan padat Kota Tua yang menyimpan jasat para raja-raja.
Setelah menggali ke dalam diri, dia menemukan selingkar putih yang memutih
dengan satu mata jernih di tengahnya. Sang Lelaki Pendosa memacu langkahnya
yang semakin gemetar ketika langit menurunkan jarum-jarum air mata.
“Melambatlah untukku!” bisik si Lelaki Pendosa pada langkah waktu yang
berada di depannya, “Aku memohon!” lanjutnya setelah perjalanan waktu tidak
juga melambat.
Tiba-tiba saja, si Lelaki Pendosa memacu langkahnya. Semakin cepat untuk
mengejar waktu yang berjalan biasa. Namun tidak juga ia mampu untuk mendahului,
sampai akhirnya si Lelaki Pendosa pun kini ganti memburu matahari yang akan
segera menghilang di balik bumi. Di ufuk barat sana, langit sudah bersemburat
merah, dan Lelaki Pendosa terus menerobos kegelapan yang semakin padat
membungkus.
Sementara itu, di atas perut si Lelaki Pendosa, melingkar cincin sebuah
daging yang halus dengan bulu lembut dan warna alas yang putih kekuningan.
Perut yang menahan dentuman lambung yang semakin terasa perih, cincin itu
melingkar erat, mendekapnya memberikan kehangatan. Itu lah, lengan si Perempuan
Pendoa, yang terseret ketika sang Lelaki Pendosa yang berjalan jauh mengejar
matahari yang pulang, mengejar keabadian.
“Aku tahu, Engkau ingin mengujiku!” ucap sang Lelaki Pendosa dalam gumaman,
si Perempuan Pendoa melingkarkan tangannya semakin erat, “Dan Engkau pasti juga
tahu, aku tidak akan terpatahkan! Tidak akan pernah terpatahkan!” lanjut si
Lelaki Pendosa bersamaan dengan senyumannya yang semakin lebar.
“Kumandang Adzan telah selesai, Mas!” ungkap Perempuan Pendoa dari
belakang, terdengar seperti bisikan lembut yang mendebarkan.
Tanpa ada perintah, lelaki yang tergesa memburu waktu membelokkan arahnya
ke sebuah surau kecil di tepian pantai. Gemuruh ombak Pantai Selatan,
mendeburkan pecahan ombak yang menjadikan udara semakin dingin. Di sana mereka
berdoa dan kembali kembali melanjutkan perjalanan, menerobos kegelapan malam.
Mereka hanya berdua saja. Tidak ada siapa pun di sana, hanya samar-samar,
tasbih pohon-pohon pandan bersahutan dengan tasbih ribuan pasir yang terus
mengalun dalam deburan ombak yang terus bertasbih. Mengingat atas perjalanan.
Perempuan Pendoa melangkah ringan, mengikuti kekasihnya, si Lelaki Pendosa,
mereka berjalan menyongsong kegelapan, menyongsong ombak, menyongsong
kesenyapan, sampai bertemu empat tiang dan mereka berdiri di tenganya sebagai
satu tiang yang menjadi pusatnya. “Seperti ini kah empat saudara dan satu pusat
itu?” gemerisik alam yang menyaksikan keduanya. Lelaki Pendosa, memasukkan
tubuh si Perempuan Pendoa ke dalam dirinya. Mereka lalu melangkah kecil di
dalam tarian yang tidak biasa.
“Aku ini lelaki yang tidak tahu, bagaimana musti mencari keindahan agar
engkau bahagia. Aku tidak mampu untuk menyusur setiap jalan dan mempersembahkan
keindahan itu untukmu!” ungkap si Lelaki Pendosa dalam gerak lambat yang
berirama sementara Perempuan Pendoa semakin masuk ke dalam.
“Tidak perlu seperti itu!” ungkap Perempuan Pendoa pelan.
“Tapi, aku mencoba mencari ke dalam diri, di sana ada apa untuk
kupersembahkan padamu.” Lelaki Pendosa melepaskan genggaman dan menatap
kekasihnya sambil berdiri dengan dua lututnya, si Perempuan Pendoa terduduk di
depannya, “Aku tidak tahu, apakah ini akan berharga buatmu. Tidak seberapa,
tapi ini adalah ketulusanku akan cintaku padamu!” ungkap si Lelaki Pendosa
memberikan selingkar cincin bermata satu, “Ini lah maharku untuk menikahi
jiwamu!”
Perempuan Pendoa tersenyum lalu menghambur ke dalam pelukan Lelaki Pendosa.
“Jiwaku menari, jiwaku bernyanyi tentang cinta purba yang bergejolak di dalam
dada, cinta yang teruntukmu, kekasihku!” ungkap si Lelaki Pendosa pelan dan
Perempuan Pendoa mempererat pelukannya, tanpa kata-kata.
Setelah itu, mereka pun menari di bawah cahaya bulan yang semakin terang,
dengan iringan debur ombak yang mengalun syahdu, di atas pasir yang merapat
karena kehangatan cinta mereka berdua. Kesucian cinta antara Lelaki Pendosa dan
Perempuan Pendoa, yang bertemu dalam misterinya yang tersendiri: Takdir!
***
http://sastra-indonesia.com/2010/06/tarian-langkah-kecil/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A Kholiq Arif
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
A'yat Khalili
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Kirno Tanda
Abdullah Harahap
Acep Zamzam Noor
Adi Toha
Adrian Balu
Afri Meldam
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T.
Agus Hernawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
Ahid Hidayat
Ahmad Baedowi
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Khadafi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Ali Audah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amir Hamzah
Ana Mustamin
Anam Rahus
Andari Karina Anom
Andi Achdian
Andra Nur Oktaviani
Anindita S Thayf
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Apresiasi Sastra (APSAS)
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Aryadi Mellas
AS Laksana
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Astree Hawa
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Ngashim
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Darto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Cak Sariban
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
Daisy Priyanti
Damhuri Muhammad
Dandy Bayu Bramasta
Dani Sukma Agus Setiawan
Daniel Dhakidae
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Rina Cahyani
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Wahyu Kusuma
Dick Hartoko
Djajus Pete
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Donny Anggoro
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Faizin
Eko Nuryono
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Endang Susanti Rustamadji
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Idawati
Evi Sukaesih
F. Rahardi
Fadhila Ramadhona
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Fairuzul Mumtaz
Faisal Fathur
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Farid Gaban
Fariz al-Nizar
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrozak
Faza Bina Al-Alim
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Fian Firatmaja
Fina Sato
Fitri
Franz Kafka
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Hairus Salim
Hamdy Salad
Happy Salma
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasif Amini
HB Jassin
Hendy Pratama
Henry Nurcahyo
Herman Syahara
Hernadi Tanzil
Heru Nugroho
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Gusti Ngurah Made Agung
Iberamsyah Barbary
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idrus
Ignas Kleden
Ilham
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imelda Bachtiar
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indria Pamuhapsari
Indrian Koto
Inung AS
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
Iva Titin Shovia
Iwan Nurdaya-Djafar
Iwan Simatupang
Jabbar Abdullah
Jakob Oetama
Jakob Sumardjo
Jalaluddin Rakhmat
Jaleswari Pramodhawardani
James Joyce
Jansen H. Sinamo
Januardi Husin
Jauhari Zailani
JJ. Kusni
John H. McGlynn
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joni Ariadinata
Juan Kromen
Junaidi Khab
Kahfie Nazaruddin
Kamajaya Al. Katuuk
Khansa Arifah Adila
Kho Ping Hoo
Khoirul Abidin
Ki Supriyoko
Kiagus Wahyudi
Kitab Para Malaikat
Knut Hamsun
Koh Young Hun
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kunni Masrohanti
Kurniawan
Kuswinarto
L.K. Ara
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leo Tolstoy
Lesbumi Yogyakarta
Levi Silalahi
Linda Sarmili
Lukisan
Lutfi Mardiansyah
M Shoim Anwar
M. Aan Mansyur
M. Abdullah Badri
M. Adnan Amal
M. Faizi
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Marianne Katoppo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Mashuri
Max Arifin
MB. Wijaksana
Melani Budianta
Mohammad Yamin
Muhammad Ainun Nadjib
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mustamin Almandary
Mustiar AR
Musyafak Timur Banua
Myra Sidharta
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nawal el Saadawi
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurur Rokhmah Bintari
Oka Rusmini
Onghokham
Otto Sukatno CR
Pakcik Ahmad
Pameran
Parakitri T. Simbolon
Pattimura
Pentigraf
Peter Handke
Petrik Matanasi
Pramoedya Ananta Toer
Prima Sulistya
Priyo Suwarno
Prosa
Puisi
Purwanto
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Ng. Ronggowarsito
R. Timur Budi Raja
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Rama Prambudhi Dikimara
Ramadhan KH
Rambuana
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Raudal Tanjung Banua
Raymond Samuel
Reko Alum
Remmy Novaris DM
Remy Sylado
Resensi
Rey Baliate
Ribut Wijoto
Riduan Situmorang
Rikard Diku
Riki Dhamparan Putra
Riri Satria
Rizki Alfi Syahril
Robert Adhi KS
Roland Barthes
Ronggowarsito
Rony Agustinus
Royyan Julian
Rozi Kembara
Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR)
Rusdy Nurdiansyah
Rusydi Zamzami
S. Arimba
S. Jai
Sabrank Suparno
Safar Nurhan
Sajak
Samsul Anam
Santi T.
Sapardi Djoko Damono
Sari Novita
Sarworo Sp
Sasti Gotama
Sastra Luar Pulau
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekar Sari Indah Cahyani
Selendang Sulaiman
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Setiyardi
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sobih Adnan
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Sonia
Sosiawan Leak
Sovian Lawendatu
Sri Wintala Achmad
Stephen Barber
Subagio Sastrowardoyo
Sugito Ha Es
Sukron Ma’mun
Sumargono SN
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
T. Sandi Situmorang
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Eska
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Toeti Heraty
Tri Umi Sumartyarini
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Usman Arrumy
Wahyu Dhyatmika
Wahyu Hidayat
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Welly Kuswanto
Wicaksono Adi
Willem B Berybe
WS. Rendra
Y.B. Mangunwijaya
Yohanes Sehandi
Yudhistira ANM Massardi
Yukio Mishima
Yusi A. Pareanom
Zainal Arifin Thoha
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Zeynita Gibbons
Zulfikar Akbar
No comments:
Post a Comment