Wednesday, February 10, 2021

AGAR KELAS MENULIS MEMBUATMU BISA MENULIS

Benny Arnas
 
Saya percaya, tidak ada cara terbaik untuk menjadi penulis selain empat hal: banyak membaca, membaca banyak, banyak menulis, dan menulis banyak.
 
Bagi yang merasa selalu gagal menulis, jangan mencoba menciptakan cara kelima. Tapi, untuk menuntaskan kepenasaran perihal bagaimana si A menulis dengan baik dan si B menulis dengan baik pula dan si C menulis yang lagi-lagi baik, mengikuti kelas menulis yang diampu si A atau B atau C bisa menjadi sebuah opsi.
 
Tapi, Anda belum tentu bisa menulis seperti mentor. Bahkan tidak akan bisa. Anda hanya akan—diajarkan—menulis ... dengan benar.
 
Ya, sekali lagi: menulis dengan benar, titik. Jangan banyak tanya ini-ono-ini-kucrut, sebab pada dasarnya itulah yang akan didapatkan dan diminta-kerjakan kepadamu selama kelas berlangsung. Di dalam kelas, tugasmu hanya dua:
 
1. Percayai gurumu
2. Kerjakan semua tugas
 
Eh ada tiga ding!
 
3. Jangan nyinyir
 
Ketika mengikuti kelas, pastikan Anda sudah mencari tahu rekam jejak pengajar dan bagaimana kiprah alumninya. Rekam jejak untuk memastikan kalau ia memang sudah punya karya yang diperhitungkan dalam dunia kepenulisan. Kiprah alumni untuk memastikan kalau ia memang bisa mengajar. Salah satunya saja tidak dimiliki sang guru, tinggalkan kelas itu. Cari yang lain.
 
Artinya, tugas pertama (percaya pada guru) harus tuntas sebelum kelas dimulai. Kalau tidak, kelas hanya akan memberikan Anda kekacauan. Bagaimana ilmunya bisa masuk kalau Anda meragukan kapasitas gurunya? Bagaimana bisa mengerjakan tugas dengan baik, kalau Anda tidak yakin sama metodenya? Kalau Anda mengharapkan lebih banyak diskusi (baca: debat) selama kelas, Anda salah alamat. Anda mestinya datang ke bincang karya, bukan kelas menulis. Guru yang baik tidak akan mau menghabiskan waktu untuk debat dan diskusi yang mendiskreditkan metode dan cara mengajarnya. Ini bukan berarti guru itu egois, tapi ia sudah memiliki target pembelajaran yang mesti tercapai murid-muridnya dalam waktu tertentu dan terbatas. Lagi pula, memang peserta yang lain datang hanya untuk menonton aksi kritismu yang salah forum itu? Ingat, kelas itu diikuti banyak orang. Mereka mau nulis, bukan debat! Fahim, Ntum?
 
Setelah percaya pada guru, pastikan Anda menjadi murid yang patuh. Simak materi dengan saksama dan kerjakan semua tugas dengan benar. Kalau menemukan kesulitan, tanya. Kalau merasa metodenya tidak cocok, cobalah menahan diri.
 
Setelah mengerjakan tugas demi tugas, Anda seharusnya mendapati perubahan. Seharusnya begitu. Kalau tidak, bisa dipastikan selama kelas kamu tidak menunaikan tiga tugasmu di atas.
 
Kelas yang baik akan membuat tulisan Anda bergerak maju dari pertemuan ke pertemuan. Paling tidak, selesai kelas Anda akan mendapatkan draf pertama yang selesai. Di kelas menulis, Anda tidak—atau belum diperkenankan—menulis kreatif. Guru akan lebih banyak mengarahkan Anda menulis efektif alias menulis hingga selesai sesuai metode.
 
Kalau kelas itu sangat membantu Anda dalam menulis dengan benar dan hingga selesai, selamat Anda tidak menghabiskan waktu untuk kesia-siaan. Kalau tidak, bagaimana? Jangan mengutuk-ngutuk kelasmu! Bangun dan sadari hal berikut (ingat, ini hanya berlaku bagi murid yang menunaikan kewajibannya: percaya, rajin, dan tidak nyinyir):
 
Dengan pemahaman ilmu keterampilan menulis yang benar, cepat atau lambat Anda akan tahu bahwa semua yang diajarkan di kelas tidak bisa berbuat banyak di hadapan proses kreatif yang nakal dan bengalnya minta ampun!
 
Misal, Anda ingin sekali menulis cerita dengan lima masalah besar yang menabrak protagisnya, sedangkan premis yang ringkas menyilakanmu memasukkan satu halangan mayor. Misal lagi, Anda ingin menulis catatan perjalanan ketika sedang melakukan perjalanan itu sendiri—dengan asumsi Anda akan mendapat banyak kejutan yang bisa ditulis, sementara itu kelas mengajarkan Anda untuk menyiapkan instrumen pramenulis dulu sebelum menulis. Lha?
 
Mau tidak mau, Anda harus berimprovisasi. Baik sebagai langkah alternatif karena metode yang kamu dapati di kelas tidak bisa membantu, atau sebagai temuan rumus (baru) yang cocok bagimu—yang membuatmu lebih nyaman dan gembira dalam menulis.
 
Yang harus diingat adalah: improvisasi atau bahkan temuan (rumus) baru dalam menulis adalah piuhan atau kelokan dari pembelajaran yang dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh. Jangan Anda tumpahkan cat ke kanvas karena Anda gagal menggambar pemandangan yang indah atau binatang yang mirip aslinya untuk kemudian buru-buru Anda labeli tumpahan cat itu sebagai lukisan beraliran surelisme. Jangan. Jangan melakukan ketololan itu.
 
Kalau Picasso mengatakan “Learn the rules like a pro, so you can break them like an artist” (pelajarilah aturan layaknya profesional, agar kamu bisa melanggarnya sebagaimana seniman melakukannya), saya mau bilang, menulislah dengan benar, agar kamu bisa menemukan cara yang tidak benar untuk menghasilkan tulisan yang baik.
 
Ilmu dan aturan dasar adalah sesuatu yang, meskipun harus khatam dipelajari, berlaku umum. Tidak ada keistimewaan dari yang dipakai banyak orang. Anda bisa menjadi khas, termasuk dalam menulis, kalau ketekunan (belajar) menulis diuji dengan proses kreatif yang rumit dan kamu berhasil melaluinya dengan caramu sendiri—yang bahkan bertolak-belakang dengan ilmu menulis yang umum itu, yang kamu pelajari di kelas dulu.
 
Jadi, ikuti kelas dengan baik. Murid yang rajin bisa mengerjakan tugas. Untuk menjadikan Anda lebih baik, proses kreatif pasca kelas akan memberi banyak ujian. Untuk membereskannya, murid yang baik diperkenankan atau bahkan berinisiatif tanpa rasa bersalah untuk melanggar apa-apa saja yang telah Anda pelajari. Kalau sudah sampai di titik ini, Anda bukan lagi murid.
 
Anda sudah menjadi penulis.

Lubuklinggau, 6 Februari 2021 http://sastra-indonesia.com/2021/02/agar-kelas-menulis-membuatmu-bisa-menulis/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar