Sunday, February 14, 2021

Pentaskan ‘Langkah Kardinah’, Teater Qi Tegal

: Maknai Semangat Ngebyak Terus Bergerak

Akhmad Sekhu
kabaretegal.com, 29 Nov 2019
 
Tegal selalu melahirkan seniman-seniman berbakat. Kota ngapak yang dijuluki “Kota Teater” itu memang turut andil dalam dinamika perkembangan dunia seni-budaya Indonesia. Dari sekian banyaknya seniman yang bertumbuh di Tegal, tersebutlah nama Gendra Wisnu Buana yang banyak berkiprah dalam dunia seniman. Pada tahun 2015, Gendra meraih beasiswa seni Program Seniman Pasca Terampil oleh Bakti Budaya Djarum Foundation di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta. Kemudian, bersama tujuh seniman muda penerima beasiswa program Seniman Pasca Terampil, unjuk kebolehan di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Kamis (10/9/2015) malam. Mereka yang datang dari seni tari, seni rupa, seni teater, hingga seni musik tampil dalam pementasan bertajuk ‘Jagongan Wagen Goes to Jakarta’.
 
Di bawah bendera ‘Teater Qi’ Tegal, Gendra menyutradarai pertunjukan dengan lakon “Langkah Kardinah” yang akan digelar di Ruang MKU Universitas Pancasakti Tegal, Minggu, 1 Desember 2019. “Ada yang sedikit berbeda dalam pertunjukan Teater Qi “Langkah Kardinah”, karena kami tidak menghadirkan sosok Kardinah yang tunggal. Ada tiga aktris yang akan ‘membicarakan’ Kardinah dan masing-masing dari mereka diberikan leluasa untuk menginterpretasikan Kardinah dengan caranya sendiri. Sama halnya dengan penari, pemusik dan tim artistik mereka juga memiliki hak yang sama untuk ikutan ‘ngobrol’ tentang Kardinah di atas panggung, “ kata Gendra Wisnu Buana menuturkan proses casting para pemain pertunjukan ‘Langkah Kardinah’ kepada Akhmad Sekhu, wartawan KabareTegal.com (28/11/2019).
 
Lebih lanjut, seniman muda kelahiran Tegal, 5 Juli 1991, itu menerangkan persiapan pementasannya yang relatif singkat, namun pementasan ini belum menjadi final. “Harapannya pementasan ini akan terus berkembang karena kami sungguh tertarik dengan sosok Kardinah sebagai pejuang kemanusiaan sekaligus korban revolusi sosial, “ terang jebolan Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta ini. Menurut Gendra, tahun depan Teater Qi berencana akan mementaskannya lagi di Teater Arena Taman Budaya Tegal. “Setelah bangunan tersebut selesai direnovasi. Semoga,” harapnya.
 
Dalam pementasan Langkah Kardinah, lanjut Gendra, para pemain dan seluruh tim yang terlibat sebagian besar berprofesi sebagai ibu rumah tangga, karyawan, guru dan mahasiswa. “Dan itu menjadi tantangan tersendiri. Namun bukan berarti kami akan bermain ‘seadanya’ dan meminta untuk dimaklumi. Hanya saja kami memiliki ‘gaya bahasa’ sendiri untuk berproses dan mewujudkan pementasan ‘Langkah Kardinah’ ini,” ungkapnya mantap.
 
Adapun, pesan yang ingin disampaikan dari pementasan Langkah Kardinah, kata Gendra, wacana yang beredar, RA Kardinah akan diusulkan oleh Pemerintah Kota Tegal untuk dijadikan Pahlawan Nasional. Data-data tersebut sedang disusun oleh akademisi, penulis buku Kardinah dan perwakilan dari Pemerintah Kota Tegal.
 
“Kami sangat mendukung itu dan kami ‘hanya’ ingin ikut menyebarkan ‘pengetahuan’ tersebut, bahwa Kardinah bukan hanya nama Rumah Sakit dan adik Kartini saja. Ia yang bukan asli orang Tegal adalah seorang pejuang yang menginginkan masyarakat Tegal khususnya kaum perempuan mendapatkan pendidikan dan menguasai berbagai kepandaian, melawan ketidakadilan, budaya patriarki dan feodalisme, hingga Ia membangun rumah sakit di Tegal,” paparnya.
 
“Kami juga ingin menyampaikan bahwa sudah seharusnya Tegal berutang budi pada sosok Kardinah, karena Kardinah yang dengan kelembutannya mencintai dan membangun Tegal justru menjadi korban revolusi sosial oleh kelompok Kutil, hingga Kardinah ‘trauma’ mendengar kata Tegal,” imbuh Gendra mengingatkan.
 
Saat ditanya, apakah pementasan Langkah Kardinah terinspirasi atau adaptasi dari buku Kardinah yang ditulis Mas Yono Daryono? Dengan tenang, Gendra memberikan jawaban, “Kami meminjam buku ‘Kardinah – Sebuah Biografi Pejuang Kemanusian (1881-1971)’ karya Yono Daryono sebagai teks. Tidak ada naskah yang jadi dalam pementasan ‘Langkah Kardinah’, buku, artikel dan informasi tentang Kardinah menjadi naskah kami. Untuk memperkuat teks kami juga membicarakan tentang ‘tubuh’ perempuan serta emansipasi wanita yang diperjuangkan (di zaman) Kardinah dan di hari ini.”
 
Gendra lahir dan tumbuh dari keluarga seniman. “Keluarga sangat mendukung, kami sering ngobrol tentang Kardinah di meja makan dan ruang tamu. Bahkan Ibu saya yang nyletuk menemukan judul ‘Langkah Kardinah’ di sela-sela obrolan kami, hahaha.. Di antara beberapa opsi judul akhirnya kami memilih judul tersebut, kata langkah itu kan tidak statis, terus bergerak, ada sikap di setiap langkah, ada peristiwa maupun kejadian di setiap langkah, langkah tidak berhenti, sangat dinamis dan menurut saya itu menarik karena di balik perjuangannya yang tulus sebenarnya perjalanan hidup Kardinah itu tragis,” ujarnya panjang lebar.
 
Obsesi dan harapan Gendra ke depan dalam berteater, menurut Gendra, kesenian adalah ‘bahasa’ yang menyenangkan untuk menyampaikan gagasan dan berkomunikasi dengan khalayak. Baik itu melalui teater, musik, sastra, dll. “Dan saya ingin terus mengabdikan diri saya kepada masyarakat melalui kesenian, “ pungkas Gendra Wisnu Buana sumringah.
 
‘Langkah Kardinah’ berkisah tentang Kardinah yang lahir dan besar dalam keluarga Ningrat, tak lantas membuat dirinya mati kepekaannya. Kardinah justru hidup-menghidupi pemikiran kritis dan perbuatan berani menentang feodalisme. Ia menaruh perhatian sangat besar terhadap kaum miskin. Perjuangan yang dilakukan didukung penuh oleh sang suami, RM Rekso Harjono, hingga terwujud sekolah, rumah sakit, bahkan panti jompo. Namun nasib baik tak selalu berpihak padanya. Kardinah dan orang-orang yang dicintainya didombreng, diarak sepanjang jalan seperti halnya binatang ternak. Ia merasa malu, sedih, dan marah, hingga trauma pada Kota Tegal.
***
 
https://kabaretegal.com/pentaskan-langkah-kardinah-teater-qi-tegal-maknai-semangat-ngebyak-terus-bergerak/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar