Tuesday, February 23, 2021

Harta Karun Cerita Panji

Judul : Konservasi Budaya Panji
Penulis : Aminudin Kasdi, Dwi Cahyo, Lydia Kieven, Nasrul Ilahi, RM Yunani Prawiranegara dkk.
Penerbit : Dewan Kesenian Jawa Timur
Tebal : 16 halaman
Peresensi : Henry Nurcahyo
balipost.co.id
 
CERITA Panji adalah harta karun terpendam yang dimiliki jawa Timur. Lahir di Kediri, berkembang sejak jaman Majapahit, menyebar ke banyak daerah hingga mancanegara, dan beredar dalam berbagai cerita rakyat. Cerita Panji bukan sekadar cerita. Ini adalah pusaka yang tak ternilai harganya. Sudah saatnya kita menyelamatkan, memelihara, mengembangkannya sebagai kontribusi positif pembangunan budaya bangsa. Pada dasarnya, Cerita Panji adalah sekumpulan cerita pada masa Hindu Budha di Jawa yang berkisah seputar kisah asmara Panji Asmorobangun dan Puteri Candrakirana (Dewi Sekartaji) yang penuh dengan petualangan sampai akhirnya memerintah di Kerajaan Kadiri. Tetapi ternyata, ditemukan banyak ajar pendidikan formal dan nonformal, bahkan sebagai bahan baku industri budaya.
 
Cerita Panji adalah cerita Jawa asli yang kemudian menyebar ke berbagai wilayah nusantara (Bali, Sunda, Lombok, Kalimantan, Palembang, Melayu) serta di berbagai negara di daratan Asia Tenggara. Hal ini merupakan aspek penting yang perlu disosialisasikan sebagai alternatif cerita wayang yang selama ini hanya menjadi monopoli Mahabrata dan Ramayana yang datang dari India.
 
Beberapa kesenian tradisional yang selama ini menggunakan cerita Panji misalnya Wayang Beber (Malang), Wayang Topeng (Pacitan), wayang golek Kediri, waang thengul (Bojokerto), wayang krucil (Nganjuk), Legong Kraton (Lasem), Lutung Kasarung (Jabar) dan banyak kesenian di Bali, Kalimantan, Kamboja dan sebagainya. Sementara yang berupa fisik, terdapat dalam relief di beberapa candi (punden berundak) di lereng Gunung Penanggungan, Candi Penataran dan peninggalan purbaka di lereng gunung Arjuno. Bahkan, patung Panji pernah ditemukan di Candi Selokelir di lereng Penanggungan.
 
Menurut Henricus Supriyanto, Cerita Panji merupakan satu-satunya budaya Indonesia yang menyebar sampai dengan Kamboja dan Thailand. Ini adalah ekspor budaya Indonesia. Sebagaimana cerita-cerita sastra Islam yang berkembang di Indonesia berasal dari Parsi. Karena itu keberadaan cerita Panji ini perlu dikukuhkan kembali sebagai asset budaya Indonesia, karena kebudayaan global yang dicari justru budaya lokal sebagai identitas bangsa. Lihat juga legenda Ular Putih dari Cina Selatan yang sudah mengglobal. Bahkan buku Raffles tentang sejarah Jawa, sudah beredar luas dalam bahasa Indonesia.Banyak yang terperangah, bahwa Panji ternyata bukan sekadar dongeng menjelang tidur. Panji adalah sosok sejarah sekaligus lehenda. Sosok Panji ternyata sudah amat sangat lama terpatri di lereng Gunung Penanggungan, Arjuno dan juga tertatah di Candi Penataran. Cerita-cerita terkait Panji juga banyak mengajarkan kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam. Salah satu dongeng Panji terkait pertanian misalnya Enthit. Di situ ada tembang, ”sing nandur timun mentheg-mentheg iki sapa… enthiiit.” Bukan hanya timun, tapi cabe, kacang panjang, dan berbagai macam sayuran serta hasil bumi lainnya. Dongeng itu bahkan kemudia dikembangkan menjadi lagu Jawa.
 
Di luar Jawa ada beberapa. Di Kalsel sistem lumbung pangan sangat kuat, punya stok padi 12 tahun lalu. Mereka paling dapat bertahan ketika krisis. Mereka tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida. Kebijakan pertanian Indonesia tidak cukup kuat, pertanian organik belum menjadi kebijakan politik yang kuat. Kasus petani Kediri yang dipenjara karena memproduksi benih adalah kasus yang sangat memprihatinkan. Masih butuh kebijakan untuk mendukung budaya petani dengan tradisinya.
 
Tetapi yang Yunani Prawiranegara, pertanian ramah lingkungan tidak ada benang merahnya dengan cerita Panji? Gak gathuk. Kecuali cerita Enthir yang berasal dari cerita Panji. Benang merahnya apa? Cerita Panji muncul setelah majapahit, bersifat kerakyatan, bukan bahasa Majapahit tapi dengan bahasa rakyat. Berkembang hingga ke Makasar, Siam, Kamboja dan sebagainya. Aspek arkeologinya ada di Penanggungan dan Arjuno. Juga di Penataran. Aspek seninya Wayang Topeng Malang, Wayang Klithik, tari Beskalan (remonya Malang) juga bersumber dari gerak-gerak Panji. Jadi, spirit apa yang melatarbelakangi pertanian ramah lingkungan ini terkait dengan cerita Panji?
 
Rakyat
 
Tapi yang jelas, kata, Yunani, Panji adalah cerita rakyat meski berasal dari Kraton. Spirit Panji dalam pertanian berpihak pada rakyat, bukan penguasa. Cerita panji banyak relief di Penanggungan dan Arjuno, merupakan sikap sifat rakyat Majapahit yang jenuh dengan politik, lari ke gunung, alam back to nature, neo megalithicum, candi-candi dibangun di lereng gunung, punden berundak. Dalam kehidupan pertanian hendaknya menghormati leluhur, seperti punden berundak. Kembali pada alam, ini kedua, karena dengan profil di Arjuna dan Penanggungan diadopsi dengan pesantren, Mandalagiri, ini sesuai dengan spirit Panji.
 
Panji selama belasan tahun. Dalam tempo 13 tahun itu Lydia berkelana sambil menjadi tour guids naik angkot, jalan berkilo-kilo meter. Bahkan Lydia sendiri sudah melakukan ekspor budaya Panji ke Jerman.
 
Cerita Panji bisa disejajarkan dengan Mahabarata dan Ramayana, serta Serat Centhini, yaitu sumber yang tak pernah kering, bagaikan ensiklopedi, dan mengandung aspek simbolik, religi bahkan juga kemiliteran. Tidak hanya bicara soal lingkungan kraton. Bahkan, cerita dapat menjadi mediator masyarakat kraton dengan luar kraton dengan tradisi lakunya. Cerita Panji masih memiliki peluang untuk dikembangkan lagi, diekspresikan dalam susastra, seni pertunjukan atau multikespresi
 
Dalam cerita rakyat dikisahkan bahwa Raden Panji keluar dari kraton, mengembara untuk mencari kekasihnya. Menurut Dwi, ini terlalu simple. Pengembaraan Panji itu adalah sebuah perjalanan eksploratif sosiobudaya untuk memotret lingkungan di luar kraton. Ada korelasi yang menarik antara kraton dan luar kraton. Karena itu dalam cerita Panji banyak menyerap budaya-budaya luar kraton.
 
Mengenal Figur Panji
 
Siapakah sesungguhnya Panji? Masih banyak yang beranggapan bahwa Panji adalah sosok fiktif yang hanya ada di di cerita dongeng. Citra ini memang tak lepas dari kemasan budaya tutur Panji yang lebih berupa ”Dongeng yang Disejarahkan” ketimbang ”Sejarah yang Didongengkan”. Bila dirunut ke belakang, barangkali ini tak lepas dari pengaruh kekuasaan Majapahit ketika cerita heroik soal ”pahlawan Kadiri” ini lahir.
 
Menurut Dwi Cahyono, memahami Panji setidaknya berhadapan dengan tiga aspek, yaitu sejarah, apakah Panji memang manusia yang betul-betul ada dalam sejarah? Aspek kedua, sebagai karya sastra, hanya rekaan, nonfaktual. Ketiga, Panji sebagai ekspresi yang lebih variatif dalam seni pertunjukan. Bagaimanapun Panji musti dapat didudukkan dalam kerangka sejarah, karena tidak bisa dilepaskan dari sejarah Jawa masa Kediri, Singosari dan Majapahit jaman Hindu Budha. Mana yang betul-betul faktual dan mana yang merupakan ekspresi kreatif atau rekaan belaka.
 
Dalam bukunya, Prof. DR. CC. Berg (1928) menyebutkan, bahwa penyebaran cerita Panji dimulai adalah Kertanegara Raja Singasari mengadakan pamalayu, tahun 1277 M sampai kurang lebih tahun 1400 M. Dari sumber ini diketemukan Panji adalah pahlawan kebudayaan sebagaimana tahun 1996 pernah dijadikan tema sentral Pekan Budaya Bali, karena cerita Panji dianggap paling banyak memberikan keteladanan membangun kebudayaan Indonesia.
 
Ki Ageng Sri Widadi dari Kasunyatan Jawi, dalam makalahnya yang tak dibacakan dalam pertemuan itu menulis, Panji adalah tokoh yang menggunakan kesenian untuk menundukkan lawan. Panji pandai bermain gamelan, juga penari yang piawai, sebagai dalang yang pintar mempesona penonton, bahkan berjasa menyusun nada-nada gamelan berlaras pelog.
 
Hal ini dikuatkan oleh Dwi Cahyono, arkeolog dari Universitas Negeri Malang. Menurutnya, Panji adalah tokoh manusia biasa, yang merupakan Pangeran Jawa dan bukan pahlawan pendatang seperti Tama dan Pandawa Panji adalah sosok yang piawai berolah seni, seorang Maecenas kesenian Jawa masa lalu. Panji acap diceritakan sebagai pemain musik, penari, pemain drama (sendratari) dan penulis puisi. Panji adalah tokoh teladan masa lampau, dan perilakunya merupakan teladan arif dalam mengembangkan lingkungan dengan cara-cara yang sarat dengan nilai ekologis. Keteladanan Panji sebagai seseorang yang dipredikati sebagai ”pahlawan budaya” masa lalu (masa Hindu-Budha) itulah kiranya yang perlu diupayakan untuk dapat ditransformasikan bagi pengembangan kesenian lokal dan pertanian serta pengelolaan lingkungan hidup pada masa kini maupun mendatang.
 
04 September 2011 | BP http://sastra-indonesia.com/2012/01/harta-karun-cerita-panji/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar