Saturday, August 1, 2020

KEAJAIBAN SASTRA?

Raudal Tanjung Banua *

Tak dapat dipungkiri, Mohammad Yamin, salah seorang "Bapak Republik" kita dan penggubah sandjak cinta Tanah Air, berhasil menapak jalannya yang lain-- alam kemajuan bernama modernitas-- berkat pendidikan kolonial (barat), yang memungkinkannya menyempal atau keluar dari jalan setapak tradisional kampung halaman-- Sutan Takdir Alisjahbana mengamsalnya "tasik yang tenang".

Jalan lain itu juga memungkinkan Yamin bisa menggubah "sanjak-sanjak" ode bagi tanah kelahiran, meski masih dengan gaya lama, Melayu-klasik, tapi ia sudah menuliskannya dengan pena, berkebalikan dengan tradisi lisan yang ia punya, dan kelak ia beralih sebagai penekun soneta yang bersumber dari gaya Eropa.

Seiring dengan itu, ia yang pada mulanya memandang Sumatera sebagai Tanah Air-nya, setelah berada di Batavia, berhasil mentransformasikan Tanah Air menjadi Indonesia. Bahkan ia dikenal sebagai pencipta “imajinasi keindonesiaan” melalui tokoh Gajah Mada dan sejarah Nusantara.

Bagaimanakah seorang Minang yang awalnya menganggap “tanah airnya” selingkar kampung-halaman, beralih jadi orang yang meluaskan Tanah Air tak lagi sebatas pandang? Dan itu bukan melalui tokoh Cindurmato atau Dang Tuanku dari "tambo" dan legenda Minang, bukan pula melalui Hang Tuah atau Hang Jebat dari khazanah Melayu yang dekat dengannya, tapi dari Gajah Mada, penguasa Jawa-Nusantara yang notabene pernah ingin menganeksasi Pagaruyung!

Keajaiban sastra? Boleh jadi. Tapi itu tidak serta-merta, karena latar belakang dan bahkan mungkin latar depan Yamin, adalah masyarakat Minangkabau yang kental dengan kesusasteraan; petatah-petitih, pantun, mantra, kaba, segala ritual, yang menghidupkan imajinasi dengan kata dan bahasa.

Dan di tengah keagungan lampau itu, tibalah alaf baru: sekolah, percetakan, penerbitan, koran, majalah, buku-buku dan Balai Pustaka!

Balai Pustaka, kita tahu, menjadi corong pembentukan kanon sastra Indonesia modern. Tujuannya, kecuali menggubah cerita baru, juga berhasrat mengambil-alih (dan mengalih-wahanakan) aksara Arab-Melayu gundul atau pegon beserta ragam bahasa yang ternyata masih dipakai antara lain oleh para ulama dalam menulis kitab-kitab di surau, langgar atau meunasah. Plus dari ragam bahasa daerah (Minang, Aceh, Sunda, Jawa, Bugis, dst.) beralih ke bahasa Melayu yang diklaim bersifat "lingua-franca" itu, yang kelak disebut bahasa persatuan Indonesia.

Selain lembaga BP, surat kabar, terbitan berkala dan buku-buku, ikut melanggengkan proses terbentuknya kanon sastra, bahasa dan mungkin jurnalisme. Bahasa Tionghoa, Melayu Rendah, roman Medan dan seterusnya, disisihkan.

Bagaimanapun semua itu bertolak dari upaya dan prakarya pemerintah kolonial dalam merespon politik etis, meski saya kira juga tak kalah besar kepentingan praktisnya: pengadaan juru tulis, para pangreh praja, polisi, ambtenaar, hingga juru tagih dan juru hitung di gudang-gudang pelabuhan.

Akan tetapi, upaya itu berhasil diambil-alih pula oleh kaum Bumi Putra, untuk dijadikan milik sendiri. Tak terkecuali sastra dan bahasa. Tak kepalang basah, bahasa lingua-franca itu ditahbiskan para pemuda pergerakan-- Yamin salah satunya-- menjadi bahasa persatuan Indonesia dalam teks "Sumpah Pemuda" yang disebut penyair Tardji sebagai puisi besar bangsa Indonesia.

Mohammad Yamin, terutama dalam kapasitas sebagai penulis sastra, beserta Yamin-Yamin yang lain, lebih kurang lahir dari latar panjang penuh pergulatan itu, yang ibarat tebu: bertemunya ruas dan buku; tradisi masa lalu menyatu dengan jalan baru modernitas-- yang membuat lidah dan bibir kita mencecap rasa manis, meski kadang hambar dan banyak ampas.

Dan sastra, masih dengan keajaibannya, membahasakan itu semua kepada kita.

***

______________

*) Raudal Tanjung Banua, sastrawan kelahiran Lansano, Kenagarian Taratak, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, 19 Januari 1975. Pernah menjadi koresponden Harian Semangat juga Harian Haluan, Padang. Kemudian merantau ke Denpasar, Bali, bergabung Sanggar Minum Kopi, serta intens belajar kepada penyair Umbu Landu Paranggi. Lalu ke Yogyakarta; menyelesaikan studi di Jurusan Teater Institut Seni Indonesia. Mendirikan Komunitas Rumah Lebah, dan bergiat di Lembaga Kajian Kebudayaan AKAR Indonesia (Sebuah Lembaga Budaya yang Menerbitkan Jurnal Cerpen Indonesia). Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, esei, dipublikasikan di pelbagai media massa pun antologi. Buku-bukunya: Pulau Cinta di Peta Buta (2003), Ziarah bagi yang Hidup (2004), Parang Tak Berulu (2005), Gugusan Mata Ibu (2005), Kota-Kota Kecil yang Diangan dan Kujumpai (2018), dll. Penghargaan yang diterimanya: Sih Award dari Jurnal Puisi, dan Anugerah Sastra Horison untuk cerpen terbaik dari Majalah Sastra Horison.

https://sastra-indonesia.com/2020/08/keajaiban-sastra/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar