SIANG ITU, ADA LUKA DI TATAPMU
Siang itu kau memakai baji biru
di tatapmu ada luka
dan langit yang renta sengaja berbaik hati
menyimpan kegelisahanmu yang mulai karatan itu
di antara menga-mega yang menggulung diri menjadi mendung
lalu menangkarkannya dengan guratan panjang
menjingga di cakrawala
Siang itu kau laburi langit hatiku
dengan warna biru muda
sukmaku mandah, batinku gelisah
ragaku lelah
Akulah anak kecil yang mencandai boneka lucu
yang menggemaskan, sementara antara lain
terditur dalam ayunan
Dan kau; rajawali luka
bersabung dengan angan-anang
tentang bidadari meniti pelangi
lalu kau ikuti mereka terbang ke nirwana
tak kau ingat zarah yang netes di kaki
dinginnya tusuki sanubari
amisnya adalah polusi yang cemari mega
keruhkan wajah langit
hingga jagakan malaikat, tergelincir
di tangga langit
Wahai, ada Tanya yang tetap amenggumpal
tak juga mencairi hati;
kau hadir
di tatapmu ada luka
obat itu,k adakah di muara anganmu?
Karangmalang, 19041990
TERMINAL
Jeritan aspal di jalanan hati yang
meleleh terpanggang matahari itu
tak kunjung sisan gema di telingaku
karma jatuh di palung hati ada jerit senada
yang lebih mengenaskan
Jantungku terinjak keterasingan
oleh ada apa apa karma apa
dari siapa untuk siapa
tak bisa kuduga
Dan kegerahan yang jilati sukmaku
tak purna terwartakan oleh peluh
berlebihan genangi telaga hati
Jendela usang di sisi tangga berlumutan
malas merekam makian
Jika kursi di beranda masih berlumuran
oleh segala kemungkinan
Aku menunggu aku
Karangmalang, 31 Mei 1990
ANDAI SAJA
Di senja yang kenes berpesta warna itu
Dia mengetuk pintu
kamarku yang kelabu
Ketika kutanya untuk apa,
dia menjawab tapi
Dia mulai cerita panjangnya:
tentang kedatangannya dari surga
setelah mengusir Jibril yang mencoba
halangi ia turun ke bumi
Wahai, andai dia kekasihku, kau kucatat
mimpi-mimpi indahku tujuhpuluh dua purnama
bersamanya
Di batas subuh, saat pilar-pilar malam perlahan-lahan runtuh
kueja lagi namanya, di lengkung tangga cakrawala
saat ragaku terjaga, kutemukan sumanya
melekat di selmut malamku
Ketika malam lebaran dia dating lagi
berkemeja hitam tua yang sama
hanya saja, dia tak lagi sendiri"
ada kegelisahan yang mengikutinya
Saat kutanya ada apa, dia menjawab tapi
Lalu dia bercerita tentang tujuhpukuh dua matahari
yang bergantian memegangi
(Ah, andai saja dia, pasti aku)
Karangmalang, 1 Mei 1990
http://sastra-indonesia.com/2009/01/puisi-puisi-endang-susanti-rustamadji/
Siang itu kau memakai baji biru
di tatapmu ada luka
dan langit yang renta sengaja berbaik hati
menyimpan kegelisahanmu yang mulai karatan itu
di antara menga-mega yang menggulung diri menjadi mendung
lalu menangkarkannya dengan guratan panjang
menjingga di cakrawala
Siang itu kau laburi langit hatiku
dengan warna biru muda
sukmaku mandah, batinku gelisah
ragaku lelah
Akulah anak kecil yang mencandai boneka lucu
yang menggemaskan, sementara antara lain
terditur dalam ayunan
Dan kau; rajawali luka
bersabung dengan angan-anang
tentang bidadari meniti pelangi
lalu kau ikuti mereka terbang ke nirwana
tak kau ingat zarah yang netes di kaki
dinginnya tusuki sanubari
amisnya adalah polusi yang cemari mega
keruhkan wajah langit
hingga jagakan malaikat, tergelincir
di tangga langit
Wahai, ada Tanya yang tetap amenggumpal
tak juga mencairi hati;
kau hadir
di tatapmu ada luka
obat itu,k adakah di muara anganmu?
Karangmalang, 19041990
TERMINAL
Jeritan aspal di jalanan hati yang
meleleh terpanggang matahari itu
tak kunjung sisan gema di telingaku
karma jatuh di palung hati ada jerit senada
yang lebih mengenaskan
Jantungku terinjak keterasingan
oleh ada apa apa karma apa
dari siapa untuk siapa
tak bisa kuduga
Dan kegerahan yang jilati sukmaku
tak purna terwartakan oleh peluh
berlebihan genangi telaga hati
Jendela usang di sisi tangga berlumutan
malas merekam makian
Jika kursi di beranda masih berlumuran
oleh segala kemungkinan
Aku menunggu aku
Karangmalang, 31 Mei 1990
ANDAI SAJA
Di senja yang kenes berpesta warna itu
Dia mengetuk pintu
kamarku yang kelabu
Ketika kutanya untuk apa,
dia menjawab tapi
Dia mulai cerita panjangnya:
tentang kedatangannya dari surga
setelah mengusir Jibril yang mencoba
halangi ia turun ke bumi
Wahai, andai dia kekasihku, kau kucatat
mimpi-mimpi indahku tujuhpuluh dua purnama
bersamanya
Di batas subuh, saat pilar-pilar malam perlahan-lahan runtuh
kueja lagi namanya, di lengkung tangga cakrawala
saat ragaku terjaga, kutemukan sumanya
melekat di selmut malamku
Ketika malam lebaran dia dating lagi
berkemeja hitam tua yang sama
hanya saja, dia tak lagi sendiri"
ada kegelisahan yang mengikutinya
Saat kutanya ada apa, dia menjawab tapi
Lalu dia bercerita tentang tujuhpukuh dua matahari
yang bergantian memegangi
(Ah, andai saja dia, pasti aku)
Karangmalang, 1 Mei 1990
http://sastra-indonesia.com/2009/01/puisi-puisi-endang-susanti-rustamadji/
No comments:
Post a Comment