APEL DAN GADIS
Apel merah matang mengeras di dada gadis
mungkin dirabuk pakai kosmetik
kadang nampak lembek
bagai ilham yang sulit menangkap teka-teki
kukunyah dagingnya
dan si gadis pun mengejap bodoh
mengapa ia tak mengumpatku "bangsat"
atau "kau pencuri"
Kenapa ia malah tanya tentang bulan bintang-bintang
yang menggerombol dan berputar-putar di langit tanpa awan!
Tidak!
Aku kehilangan kata yang siap
selain hanya lelucon
Apakah ia suka
itu tergantung kuncinya:
senggama!
AKU MENATAP JEJAKMU
Langit tak pernah berganti
di jalan ini
Kutemukan:
kerisik dedaunan
matahari dan bulan
yang bergerak lambat.
Kutatap jejakku di situ
bergetar bagai senar gitar
Menggaung
memberi hidup bagi yang dicintainya
yang tak lain dirinya sendiri.
Sambil menakar jarak dan dalamnya
: aku megap oleh cahaya.
SORE HARI
Hujan turun di saat jam rusak
dan matahari menggelap
Hari tanpa angin
dan ketika geludug menggedor dada
hatiku luka
Ah, cinta yang tak saling berkabar
separo garam separo air tawar merembes ke akar.
Kapan aku tak melihat daun-daun kuning: berguguran
kapan aku tak terkena racun cinta
yang dipelihara lampu lima watt
untuk akhirnya dijadikan korban!
Tapi ini ungkapan februari tergelap
yang ditinggal mata tercerdas
di mana jalan setapak yang menuju bukit itu berkabut
Lebih ke sana sedikit, hanya kenangan
jauh ke sana lagi, hei mari bangkit lagi
dan bukan penantian seperti ini.
Mataku pun lebih nanar
menatap keseluruhan sore
dan membangunnya kembali di malam hari
sebelum akhirnya benar-benar terjun ke laut
: esok hari.
http://sastra-indonesia.com/2010/04/puisi-puisi-bambang-darto/
Apel merah matang mengeras di dada gadis
mungkin dirabuk pakai kosmetik
kadang nampak lembek
bagai ilham yang sulit menangkap teka-teki
kukunyah dagingnya
dan si gadis pun mengejap bodoh
mengapa ia tak mengumpatku "bangsat"
atau "kau pencuri"
Kenapa ia malah tanya tentang bulan bintang-bintang
yang menggerombol dan berputar-putar di langit tanpa awan!
Tidak!
Aku kehilangan kata yang siap
selain hanya lelucon
Apakah ia suka
itu tergantung kuncinya:
senggama!
AKU MENATAP JEJAKMU
Langit tak pernah berganti
di jalan ini
Kutemukan:
kerisik dedaunan
matahari dan bulan
yang bergerak lambat.
Kutatap jejakku di situ
bergetar bagai senar gitar
Menggaung
memberi hidup bagi yang dicintainya
yang tak lain dirinya sendiri.
Sambil menakar jarak dan dalamnya
: aku megap oleh cahaya.
SORE HARI
Hujan turun di saat jam rusak
dan matahari menggelap
Hari tanpa angin
dan ketika geludug menggedor dada
hatiku luka
Ah, cinta yang tak saling berkabar
separo garam separo air tawar merembes ke akar.
Kapan aku tak melihat daun-daun kuning: berguguran
kapan aku tak terkena racun cinta
yang dipelihara lampu lima watt
untuk akhirnya dijadikan korban!
Tapi ini ungkapan februari tergelap
yang ditinggal mata tercerdas
di mana jalan setapak yang menuju bukit itu berkabut
Lebih ke sana sedikit, hanya kenangan
jauh ke sana lagi, hei mari bangkit lagi
dan bukan penantian seperti ini.
Mataku pun lebih nanar
menatap keseluruhan sore
dan membangunnya kembali di malam hari
sebelum akhirnya benar-benar terjun ke laut
: esok hari.
http://sastra-indonesia.com/2010/04/puisi-puisi-bambang-darto/
No comments:
Post a Comment