Berguru Kepada Batu-batu
sebab kenyataan hidup seringkali luput
dari segala yang engkau angankan
panas-hujan senantiasa luput dari hitungan
ketika kini putaran musim kehilangan irama
maka bergurulah kepada batu
biarlah ia akan mengajarkan kepadamu
: tentang kearifan
kepada sunyinya bening sungai
kepada tajam matahari yang memanggang tubuhnya
tak pernah keluh-kesah kudengar
dari mulut batu-batu itu, bersama jernih embun pagi
ia sulam dingin-panas cuaca sebagai bait-bait puisi
Kasongan, Agustus 2006
Kasongan-Sidoarum
meski matahari senantiasa terbit-terbenam
pada titik keberangkatan yang berbeda
tetaplah engkau tegap menatap pusat cahayanya
jangan pejamkan matamu dan hiruplah angin
seraya merentang belahan tangan dan jarimu
hari ini adalah milikmu wahai anak-anak alam
usah risau hari depan
karena senyum mengembang dibibir mungil itu
berabad-abad sudah malaikat di tujuh langit
diam-diam merindukan untuk memetiknya
Kasongan, Agustus 2006
Ijinkan Aku Menari
: kenangan kepada oq
sekali ini saja ijinkan aku menari
pada bening kilau matamu itu
ingin kuhadirkan sebuah tarian lanskap hati
meski tanpa merdu gendhing lokananta
kesunyian-keheningan ini cukup sebagai irama
bagi gerak-gemulai jiwaku yang tengah
ditikam gulungan ombak asmara
Kasongan, Agustus 2006
Kepada Gadis
Yang Bermata Sayu Itu
pada pertemuan kali ketiga itu
gelisah dan cemas jelas tersurat di matamu
ada setumpuk kabar yang rapat kau simpan
meski renyah senyummu mencoba menutupi
percayalah pada akhirnya waktu juga
akan menjadi penentu segalanya
juga pada nasib cinta ini yang kini
diam-diam menghijau dalam hatiku
sengaja kubiarkan menjalar dan merindang
sampai waktu akan memberi saat yang tepat
untuk memetik sekuntum kembangnya
ingin kusuntingkan satu untukmu
Kasongan, Agustus 2006
Seikat Mawar Untuk Ibu
: persembahanku untuk ibu sri suwarni
engkaulah telaga itu
jernih air yang menawarkan lelah-penat jiwaku
keteduhan menghadirkan ketenangan bagi anakmu
dan jika lama aku merantau
rinduku membuncah dan sunyi-hening malamku
mencipta seikat puisi mawar
dengan tangan gemetar ingin
kupersembahkan kepadamu ibu,
agar telaga selamanya jadi tenang
dan ijinkan aku untuk bersujud
simpuh dibening matamu yang telaga itu
Jakarta, April 2006
http://sastra-indonesia.com/2010/04/puisi-puisi-eko-nuryono/
sebab kenyataan hidup seringkali luput
dari segala yang engkau angankan
panas-hujan senantiasa luput dari hitungan
ketika kini putaran musim kehilangan irama
maka bergurulah kepada batu
biarlah ia akan mengajarkan kepadamu
: tentang kearifan
kepada sunyinya bening sungai
kepada tajam matahari yang memanggang tubuhnya
tak pernah keluh-kesah kudengar
dari mulut batu-batu itu, bersama jernih embun pagi
ia sulam dingin-panas cuaca sebagai bait-bait puisi
Kasongan, Agustus 2006
Kasongan-Sidoarum
meski matahari senantiasa terbit-terbenam
pada titik keberangkatan yang berbeda
tetaplah engkau tegap menatap pusat cahayanya
jangan pejamkan matamu dan hiruplah angin
seraya merentang belahan tangan dan jarimu
hari ini adalah milikmu wahai anak-anak alam
usah risau hari depan
karena senyum mengembang dibibir mungil itu
berabad-abad sudah malaikat di tujuh langit
diam-diam merindukan untuk memetiknya
Kasongan, Agustus 2006
Ijinkan Aku Menari
: kenangan kepada oq
sekali ini saja ijinkan aku menari
pada bening kilau matamu itu
ingin kuhadirkan sebuah tarian lanskap hati
meski tanpa merdu gendhing lokananta
kesunyian-keheningan ini cukup sebagai irama
bagi gerak-gemulai jiwaku yang tengah
ditikam gulungan ombak asmara
Kasongan, Agustus 2006
Kepada Gadis
Yang Bermata Sayu Itu
pada pertemuan kali ketiga itu
gelisah dan cemas jelas tersurat di matamu
ada setumpuk kabar yang rapat kau simpan
meski renyah senyummu mencoba menutupi
percayalah pada akhirnya waktu juga
akan menjadi penentu segalanya
juga pada nasib cinta ini yang kini
diam-diam menghijau dalam hatiku
sengaja kubiarkan menjalar dan merindang
sampai waktu akan memberi saat yang tepat
untuk memetik sekuntum kembangnya
ingin kusuntingkan satu untukmu
Kasongan, Agustus 2006
Seikat Mawar Untuk Ibu
: persembahanku untuk ibu sri suwarni
engkaulah telaga itu
jernih air yang menawarkan lelah-penat jiwaku
keteduhan menghadirkan ketenangan bagi anakmu
dan jika lama aku merantau
rinduku membuncah dan sunyi-hening malamku
mencipta seikat puisi mawar
dengan tangan gemetar ingin
kupersembahkan kepadamu ibu,
agar telaga selamanya jadi tenang
dan ijinkan aku untuk bersujud
simpuh dibening matamu yang telaga itu
Jakarta, April 2006
http://sastra-indonesia.com/2010/04/puisi-puisi-eko-nuryono/
No comments:
Post a Comment