Friday, May 21, 2021

Puisi-Puisi Sapardi Djoko Damono

Kompas, 4 Juni 2012
 
The Rest Is Silence
Hamlet, William Shakespeare
 
/1/
Apakah kau percaya
pada arwah gentayangan
yang ada dan tiada
di sekitar istana? Apakah kau percaya
ada yang baunya sengit
ada yang membusuk
di sekitarmu?
Apakah kau sungguh-sungguh
mencintai ibumu?
Wahai, Perempuan,
kaulah kaum ringkih itu.
 
/2/
Pangeran, lihatlah ke luar.
Orang-orang pulang kantor
berkendara motor:
satu, sepuluh, seratus, seribu –
ada yang berteriak
mungkin padamu,
”Bagaimana kabar anjingmu?”
Tak ada yang peduli
dengan siapa ibumu tidur
malam ini.
 
Mereka tak suka nonton
sandiwara sedih –
hujan yang hampir setiap hari
menggigilkan mereka sudah cukup
menjajarkan mereka
di sudut duka yang baka.
 
”Apa kabar anjingmu
yang suka menggeletak
pura-pura mati
setiap kali kau bicara
kepada dirimu sendiri
tentang bunuh diri?”
 
/3/
Seorang perempuan yang lewat
membuka payung dalam gerimis
tak pernah mendengar
dan mungkin juga tak peduli
banyolan dua penggali kubur
di pinggir liang lahat
yang akan menganga
siap menerima masa lampaumu.
 
Perempuan itu pengin buru-buru pulang
menonton kisah gadis solehah
agar bisa ikut mengusut
rangkaian pertanyaan sederhana
yang tak ada kaitannya
dengan celoteh dua badut itu,
”Apakah memang cinta
yang telah mengirim
perempuan muda itu
ke jalan sesat?”
 
Perempuan berpayung
menunggu angkot –
kalau saja ia tahu
kisah cinta tak terlarai itu
mungkin akan dikatakannya –
tanpa menimbulkan rasa sedih,
”Itu pasti lebih dikenang
daripada kalau ia masuk biara
yang pasti akan menjadikannya
tak jelas telungkup
atau telentang.”
 
Sidik jarinya tetap menempel
di sekujur tubuhmu, lihat!
Siut matanya masih terasa
menyambar-nyambar tatapanmu!
 
/4/
Kau mungkin hanya ragu-ragu
untuk tahu bahwa sepasang badut
itu punya firasat buruk
segera sesudah kau mendarat
di negeri ini;
mereka bernyanyi-nyanyi
memain-mainkan tengkorak
melempar-lemparkan kata-kata musykil
ketika menggali kubur
perempuan muda yang bayangannya
meraung dan mencakar-cakar
dua belah otakmu.
 
Mereka mungkin saja tahu
bahwa kau hanya berpura-pura
gila ketika itu;
bahwa kau memang tak paham
makna cinta yang kaukumur-kumur
tak pernah masuk tenggorokanmu,
”Yang mati bunuh diri
tak berhak dikubur
di pelataran suci ini!”
 
Tapi, bukankah kau sebenarnya
yang membimbingnya
ke liang kubur itu?
O, ya, Pangeran – bukankah kau
yang pernah menyuruhnya
masuk biara ketika ia
merasa tak kuasa
menjangkaumu? Padahal!
 
/5/
Bahwa kau memang tak paham
ketika dulu bilang
ibumu pelacur murahan
bahwa kau tak bisa mengurai
simpul yang digulung
ibumu dan perempuan muda itu;
bahwa kau memang tak paham
kasak-kusuk sebelum kau masuk
ke perhelatan agung
yang tak seharusnya
tapi yang ternyata seharusnya
melibatkanmu;
bahwa adu pedang itu
permainan yang lebih perkasa
dari sandiwara akal-akalanmu.
 
/6/
Sandiwara yang kaurancang
hanya sedikit menggoyang mahkota,
yang jelata tak diberi tempat
untuk menyaksikannya;
mereka sibuk berseliweran
naik angkot, bis kota,
boncengan sepeda motor setiap hari
tidak untuk menjawab
pertanyaan yang mungkin kausodorkan
kepada arwah gentayangan itu.
 
Sandiwara hanya keyakinan maya
yang menorehmu, ”Hai,
kenapa gentar pada api maya?”
 
Kepada siapa sebenarnya
kautodongkan pertanyaan itu?
Kepada arwahmu sendiri
yang akan menutup
perbincangan ini nanti?
 
/7/
Underpass macet sama sekali
ketika hujan deras turun –
itu, alhamdulillah, sebabnya mereka
tak pernah sampai di gedung
pertunjukan sandiwara
akal-akalanmu.
 
Mereka buru-buru
ingin sampai ke rumah
menyaksikan sinetron
yang tak berniat menyodorkan
masalah atau tanda tanya
ke kotak kepala
yang sudut-sudutnya
tak pernah tentram
dan karenanya hanya memimpikan
air mata yang melegakan sukma.
 
Sialan! Hujan tak juga berhenti
macet di underpass menyebabkan
semua tertunda.
 
Alhamdulillah, mereka tak ikut bingung
meski mungkin suka sandiwara
yang ada adu pedangnya
yang banyak maki-makinya
yang berkilau gelimang darahnya
tanpa harus mendengarkan
ucapan filsafat yang keramat
di tepi liang kubur itu.
 
/8/
Aku mencintai perempuan muda
yang mungkin bunuh diri itu –
lebih dari segala cinta
yang dimiliki manusia!
 
/9/
Tentu kaudengar teriakan lelaki
yang bapaknya kaubunuh
dan adiknya mati tenggelam itu,
”Tunggu, jangan timbuni dulu
liang kubur yang kaugali
sampai aku bisa memeluk
sekali lagi
tubuh molek itu!”
 
/10/
Ada hp bergetar
di underpass:
”sinetron keluarga sakinah
dah mulai mas
km msh di jln
ujan ya
rugi mas ga nonton
haru bgt deh.”
Sialan! Hujan gak juga reda!
Padahal hanya dalam sandiwara
hidup berupa tanda tanya.
 
/11/
Apakah benar itu umpatan
ketika terdengar ucapan,
Wahai, Perempuan,
kaulah kaum ringkih itu.
 
/12/
Selebihnya: senyap-sunyi semata.
Nuh bilang, kita harus membuat perahu.
 
Mimpi kita muntah: banjir besar itu
apa sudah direncanakan sejak lama?
Ambil beberapa huruf yang cekung,
agar kita semua bisa tertampung.
 
Persiapkan juga beberapa yang tegak
dan miring, dan sebuah titik.
 
Ke mana kita terbawa muntahan ini?
Susun dalam sebuah kalimat yang kedap air
agar kita bisa sampai ke sebuah bukit.
 
Mimpikah sebenarnya muntahan ini?
Agar kita bisa menelan masa lalu.
 
 
 
:Rendra
 
/1/
Senyap mengendap-endap dan hinggap
di ranting itu. Seekor burung mematuknya –
ia terdengar menyanyikan aroma pandan
sepanjang musim penghujan.
 
/2/
Seekor burung menukik dan hinggap
di ranting itu. Sunyi sembunyi di sayapnya –
terlelap di antara bulu-bulunya.
 
/3/
Senyap, burung, sunyi, dan juga hujan
melesat bersama aroma yang kebiru-biruan.
 
***

Sapardi Djoko Damono dalam waktu dekat akan meluncurkan dua buku puisinya yang terbaru, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita dan Namaku Sita, serta sebuah trilogi novelet. http://sastra-indonesia.com/2013/04/puisi-puisi-sapardi-djoko-damono-2/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar