Wednesday, March 10, 2021

PENGHILANGAN KATA DALAM KRITIK SASTRA INDONESIA (III)

Jawaban untuk bagian A. Pengantar esainya (makalahnya) Sofyan RH. Zaid
 
Nurel Javissyarqi
 
III
Edisi adalah bentuk buku yang diterbitkan, dikeluarkan, istilah saya merek. Dan kata “revolusi” mengabarkan perubahan sosial budaya yang berlangsung cepat menyangkut pepokok kehidupan. Maka “edisi revolusi” itu, sebentukan buku yang mengarah pada perubahan sosial, perombakan dasar demi mencapai kebutuhan yang diingini jaman; perangai seyogyanya, karakter sebaiknya, atau mengembalikan persoalan dasar dengan membongkar gelagat diselewengkan di masyarakat yang barangkali khilaf atau berhasrat disasarkan menuju kehancuran, sengaja disesatkan ataupun mengaburkan, mengelirukan kebenaran demi peroleh kepentingan sempit, sepihak; apakah biar dikira hebat, keren. Dan saya berusaha kembalikan ke tepatnya semula, fitroh yang dilupakan.
 
Ketika saya tawarkan kata “dalam” setelah kata-kata tersebut, dengan maksud kata sambungan, seperti kata “lewat, melalui, pada,” tapi pilihan menggunakan kata “dalam,” untuk menggiring pengertian menukik ke dalam, mengupas hal-hal tersembunyi (disembunyikan). Upaya menggali wacana yang disalahkaprahkan, dimana pihak lain hanya desas-desus dalam diam sejenis taklid tak mengenakkan. Sesudah kata “dalam,” muncul kata “kritik.” Kritik itu bermacam ragamnya, maka kritik itu kembali ke dalam kata “dalam” pula kata-kata sebelumnya. Atau kalimat “Edisi Revolusi dalam Kritik…” sudah menunjukkan maknanya tersendiri, lantas kata “Sastra” sebagai cabang ilmu yang dikritisi, demikian kala diurai satu-persatu.
 
Kata “dalam” di antara kata-kata “edisi revolusi” dan “kritik sastra” pun dapat diganti kata “dengan,” atau bersimpan makna “dengan.” Kata “dalam” di tengah seibarat timbangan tidak berat sebelah, pun corak penulisan dan lantunan bunyiannya seimbang, pula tidak menghapus tujuan tersembunyi di dalamnya. Kata “dalam” lebih luas jangkauan maknanya dibanding kata “dengan.” Seyogyanya menimang, kenapa saya tidak menulis “Edisi Revolusi Kritik Sastra.” Jelas kalimat tersebut menunjukkan sikap keangkuhan, padahal diri ini saya tempatkan sekadar pengelana yang suka baca-tulis, meski telah memberi langkah lain kala mengurai suatu kritik, semisal mengupas tiap paragraf. Dan tidak mencantumkan langsung “Revolusi Kritik Sastra” seperti tulisan Sofyan selanjutnya. Saya sadar posisi kedirian di belantikan susastra Indonesia, maka pola disodorkan dengan menulis merek buku MMKI melalui kata-kata “Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra.” Olehnya saya menempatkan Sofyan sebagai penulis kritik atau penyair yang tidak cermat, ini mungkin terjadi karena sikap merendahkan, meremehkan, menganggap ringan yang keluar dari selain dirinya, dan berlaku sebaliknya pada orang-orang dikaguminya.
 
Kalau saya mengada keberadaan kata “dalam,” maka kata “dalam” sudah melalui pertimbangan kata “dan, dengan, lewat” serta “melalui.” Jika memakai kata “dan,” maka kata-kata sebelum-sesudahnya berdiri sendiri-sendiri, demikian pun menggunakan kata “dengan,” meski kata-kata sebelum-sesudahnya bergandengan, tetap keduanya menuntut lebih. Demikian juga mengenakan kata “lewat” dan “melalui,” akan mempertegas bangunan kata-kata sesudahnya, yakni “kritik sastra.” Padahal saya menulis “Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra,” agar berimbang pula tidak mencolok kedirian. Ini bukan berarti menghendaki sikap abu-abu remang-remang, tapi menjaga djarat yang dilakukan semata cerminan dari seorang pembaca. Dan penghilangan “di” sebelum kata “dalam” sebagai upaya mengelokkan irama disebelah keteguhan (keyakinan) bahwa para pembaca mampu mencapai maksud yang terunggah. Di sini bolak-balik mengetengahkan kata “dalam,” bukan tidak fokus, tapi pertumpukan masalah yang dihadapati kian pertajam makna terkandung di dalamnya, atau pengulangan dilakukan demi memperteguh hingga menemukan satu pilihan kata “dalam,” yang diharapkan.
***
 
Dalam tulisan, dalam kata, di dalam kata-kata, ini mengetengahkan kedudukan makna kata, artian kata-kata yang tersusun dalam sukuan kata, rangkaian kalimat, dalam paragraf, dalam bentuk tulisan. Dalam hidup, dalam kematian, dalam kubur, atau dalam pada itu munculnya suasana, satuan rangkaian peristiwa yang dimatangkan hukum bandul kausalitas, atau dalam cerita tersebut memuat drama anak manusia, dan atas kata “dalam” menghidupi napasan kata setelahnya. Maka kata “dalam” pun sebagai infus pula oksigen tambahan demi menghadirkan makna purna bersimpankan keterangan hakikat suatu kata sesudahnya. Atau begitu dalamnya kata “dalam” menunjukkan maksudnya lebih tepat sasaran, lantas pembaca menerima dengan keadaan yang lebih baik tentunya.
***
 
Catatan Tengah:
[Malam 7 Juli 2018, saya beralih dari data revisian berupa esainya Sofyan untuk kembali ke makalahnya saat bedah buku. Ini setelah pembedahnya mengunggah link dari basabasi.co pada facebooknya, yang saya komentari lewat foto makalahnya. Kemudian Sofyan menanggapi bahwa yang di basabasi.co ialah esai, sedangkan yang di Universitas Indonesia makalahnya. Dan pilihan ke makalahnya, tentu pembaca paham maksud saya.
“Karena bahasan kata ‘dalam’ belum rampung, maka dilanjutkan. Yang tentu bertambah permasalahan, tersebab makalah diskusi di UI lebih banyak jumlah halaman pula soal yang dibahasnya.” Ketika komentar saya tersebut, Sofyan menjawab: “Kalau yang di basabasi.co adalah final.” Maka saya balik ke esainya, atau keinginan kembali ke makalahnya dibatalkan. Sayang juga, berita satuan bahasan dihapus, tapi catatan cuap-cuap di atas tetap diketengahkan].
***
 
Saya sebagai orang luaran yang tidak mengidap penyakit dalam. Banyak kritikus mengetahui periodisasi bahasa Indonesia yang berakar dari bahaya Melayu, tapi seolah melupa peristiwa sejarahnya. Mereka seakan terhipnosis istilah yang dikatai SCB yakni “in absentia, puisi besar” atas “Sumpah Pemuda.” Di sini kata “dalam” menghadirkan pengertian lain, semisal penyakit dalam, orang dalam, dan kita temukan bahasa pedalaman. Demikian jamak didapati kandungan kata “dalam,” selain perangai berbeda seperti dalam kandungan air. Dalam perut kata “dalam” itulah sepatutnya dibongkar, bukan malah menghilangkan. Apakah penyederhanaan dilakukan Sofyan termasuk gaya bahasa lugas tak berbelit-belit? Apakah merasa cukup, lalu menyerahkan kepada waktu, para pembaca dengan bersikap tak peduli, tidak mengurai kejadian penghapusan kata “dalam.” Apakah sangat percaya potensinya, kalau yang bergulir serupa peta bayangannya. Apakah sikap ini memikirkan manfaat keuntungan kelompok, pribadinya semata?
***
 
http://sastra-indonesia.com/2021/03/penghilangan-kata-dalam-kritik-sastra-indonesia-iii/

https://pustakapujangga.com/2018/05/kpk-deo-gratias-bedah-buku-mmki-di-fib-universitas-indonesia/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar