Friday, March 5, 2021

Mozaik Kritik Sastra (Esai-esai Bandung Mawardi)

Judul Buku: Sastra Bergelimang Makna
Penulis: Bandung Mawardi
Penerbit: Jagat Abjad Solo
Cetakan: I, 2010
Tebal: 176 halaman
Peresensi: Munawir Aziz *
nusabuku.blogspot.co.id
 
Produktifitas sastrawan Indonesia masih menyisakan tanya berupa lemahnya tradisi kritik sastra. Melimpahnya karya sastra Indonesia dengan publikasi puisi, cerpen, novel, maupun (skenario) drama tak diimbangi dengan ulasan yang menampilkan kritik dengan kecerdikan serta ketekunan. Pasca wafatnya HB. Jassin, kritik sastra Indonesia seolah terpendam dalam kubur.
 
Tak banyak penulis yang tekun untuk menyelami, mengulas, hingga memberikan kritik bagi karya sastra di negeri ini.
Matinya tradisi kritik sastra, disinyalir menjadi titik kemunduran bagi kualitas karya sastra negeri ini. Produktifitas karya seolah tanpa filter, maupun standar mutu ataupun komparasi kualitas. Karya sastra terus bermunculan dengan tarikan magnet pasar yang menjanjikan selebritas dan godaan kuantitas. Maka, mutu karya sastra Indonesia menjadi tak terkendali. Godaan pasar lebih menjanjikan daripada ketekunan untuk merawat proses estetis maupun etis untuk mencipta karya monumental.
 
Publikasi karya sastra pada beberapa dekade terakhir cenderung dikendalikan oleh kuasa pasar dan kapital. Standar estetis maupun etis diabaikan dengan mengejar kepentingan kuantitatif. Perayaan kepentingan kapital ini, hanya menyisakan ruang sunyi bagi nafas kritik sastra dalam ruang publikasi dan persepsi pembaca di negeri ini.
Kritikus sastra yang tekun merawat naskah, menyelami, mengenali karya, lalu mencipta ulasan kritik hanya menjadi kerja kreatif segelintir penulis. Ignas Kleden, Korrie Layun Rampan, Hasif Amini dan beberapa penulis lain acapkali mempublikasikan kritik sastra dengan pamrih menghidupkan denyut nadi sastra Indonesia.
 
Bandung Mawardi, melalui buku ”Sastra Bergelimang Makna”, ingin menolak anggapan matinya kritik sastra. Tujuh esai panjang dalam buku ini menjadi pembuktian bahwa kritik sastra belum mati dengan ketekunan menggarap pokok dan tokoh dalam sastra Indonesia. Esai-esai panjang dalam buku ini merupakan bukti kesanggupan mengenali, menyelami dan melontarkan kritik dengan kesuntuk untuk membingkai serpihan-serpihan mutu. Ulasan panjang dalam buku ini ingin menelisik tema, struktur, tokoh dan sumbangan karya sastra bagi pembaca dalam mencipta alur penjelasan dan penjelasan—oleh Riceour sebagai lingkaran hermeneutis.
 
Ketekunan narasi
 
Di buku ini, Mawardi menawarkan perspektif, ketekunan dan kejelian untuk melihat celah dalam limpahan produksi karya dari beberapa pengarang: Joko Pinurbo (Jokpin), Yudhistira ANM Massardi, Kuntowijoyo, Oka Rusmini, Remy Silado, dan Sindhunata. Mawardi juga suntuk menggarap tema rumah dan ibu dalam narasi luas karya sastra Indonesia.
Mawardi mengulas Jokpin dengan komparasi puisi humor tragis dan politis pada sajak Yudhistira ANM Massardi. ”Joko Pinurbo patut dibicarakan sebagai penyair penting yang mungkin bisa diletakkan dalam wacana pasca-Afrizal Malna. Perbedaan puisi Jokpin denga tradisi puisi lirik adalah penggunaan anasir naratif untuk menyampaikan penghayatan hidup tanpa kehilangan pesonanya sebagai dunia rekaan yang prismatis. Kontras yang terlihat dari Jokpin adalah dua kecenderungan besar: kisah puisi dan fragmen (aforisma). Humor tragis terus terasa dengan derajat dan intensitas yang berbeda” (hal. 48).
 
Sindhunata dalam anggapan Mawardi layak ditempatkan dalam posisi istemewa dalam deretan sastrawan negeri. ”Penerbitan novel Putri Cinamungkin puncak dari ketekunan Sindhunata dalam membuat dialog dengan pelbagai orang dan lukisan secara tematik. Novel Putri Cinamemang tampak sebagai rangkuman dari perjalanan panjang proses kreatif Sindhunata. Rangkuman itu mengandung pengertian ruang kisah dari pelbagai fragmen dalam jalinan refleksi historis dan filosofis. Sindhunata dengan novel Putri Cina seperti mengajukan nostalgia dan utopia untuk Jawa dan Indonesia” (hal. 111). Ketekunan membaca dan merefleksikan proses kreatif Sindhunata mencipta ekspresi kritis bagi Bandung Mawardi untuk memposisikan karya sastra.
 
Melalui buku ini, Mawardi juga mengulas Kerigma dan Martyria garapan Remy Silado (Yoppie Tambayong). Remy Silado selama ini dikenal sebagai seniman multitalenta dengan kreatifitas dan produktifitas. ”Remy Silado: pesyair mbeling dan bening. Tokoh ini pernah mencatatkan diri sebagai ikon dalam gerakan puisi mbeling pada tahun 1970-an. Remy Silado seperti nabi atau juru bicara perlawanan estetika puisi dalam kuasa lirik dan monopoli kaum tua. Perlawanan dengan gairah estetika mbeling mengantarkan Remy Silado pada pergulatan ”manunggalingmbeling dan bening” (hal. 127).
 
Mawardi sampai pada kesimpulan menempatkan Remy Silado sebagai icon pesyair mbeling dan bening, dengan ulasan panjang dan ketekunan untuk menyimak proses kreatif pengarang dan menziarahi karya. ”Remy Silado telah menunaikan misi pelayanan dengan setumpuk puisi dalam buku Kerigma dan Martyria. Amalam untuk mewartakan risalah religiositas ini menjali olah kembelingan dan kebeningan dalam estetika puitik. Puisi telah dijadikan medium untuk penyadaran danrealisasi iman menuju jalan keselamatan” (hal. 151).
 
Bandung Mawardi seolah tak lelah menelisik makna dan kata yang terhampar luas dalam gelombang karya sastrawan Indonesia. Ia telah memulai pekerjaan membangunkan kembali kritik sastra Indonesia dari tidur panjang dengan pembuktikan publikasi buku ini. Ijtihad ini menemui hambatan dan harapan untuk menyemai benih kritik sastra. Bandung Mawardi, melalui buku ini, seolah ingin mengatakan: kritik sastra belum mati!
***
 
*) Munawir Aziz, esais dan peneliti sastra.

http://sastra-indonesia.com/2016/03/mozaik-kritik-sastra-esai-esai-bandung-mawardi/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar