“437. Kalau tiada yang mengenal, lalu siapa yang sudi mendoakan aku.”
Mendung. Hampir hujan, tapi belum. Sesuatu yang menggantung, segala yang menggantung, memang selalu menyisakan beban. Ingin aku mengusapkan jemariku, membelai pipinya yang ranum mengandung zat cair. Ingin sekali aku meyakinkan dia, menyemangatinya, bahwa dukanya pasti akan berakhir. Tak perlu resah. Rintik hujan pasti akan membasahi bumi, dan bumi memerlukannya.
"Maukah kau mendoakan aku?" tanyanya dengan tatap mata yang penuh harap meminta iba. Aku tak kuasa memandangnya. Ingatanku tiba pada suatu ketika, waktu ada seorang lelaki yang mencampakkanku, berkata dengan kasar kalau dia tidak perlu doaku. Mengusirku dari semua mimpinya, dan menghapuskan aku dari segala catatannya, bahkan di wasiat tentang batu nisannya.
"Sis?" dia menggoyangkan lenganku. Menyadarkanku. Setelah aku sadar dari kenangan, kuberi dia senyum yang paling hangat dan manis. Kuyakinkan dirinya, kalau dia bahkan sudah ada di doaku sebelum dia memintanya. Mengapa bisa? Bisa! Karena dalam doaku, kusertakan juga doa bagi para peziarah, bagi para arwah dan bagi para pemuja rahasia. Juga bagi para orang asing yang tidak mengenalku, yang aku tak tahu atau belum tahu, tapi Sang Pemilik Hidup merencanakannya untuk setidaknya melintas dalam hidupku, sehingga aku mengenalnya.
SDS. 27.01.2021
14. Aku Ingin Melahirkan Bintang
“175. Tingkat kematangan seseorang terhitung berapakali menangis di hadapan tuhan.”
Tersungkur aku, entah sudah berapa kali. Segala wangi bunga, mulut berbusa, dan kucipta telaga dari airmataku, telah semua Engkau temui. Jalan yang mendaki, terjal dan menukik tajam, kujalani sepenuh hati tanpa tanya. Aku hanya ingin menyukakan hatiMU, hati yang terbuat dari belas dan kasih. Hati yang Rahim.
Di RahimMu, segala ekologi hidupku, kau berikan kenyamanan. Seperti juga ketika aku berada di rahim Ibuku, alam melindungiku agar tidak terluka. Tiba waktunya. Aku dilepas di rimba. Walau aku bukan pilihan, biarkanlah aku merayuMu, menunjukkan prestasiku yang kuharap itu sanggup mendongkrakku, untuk mendapatkan perhatianMu dan Kau memberi yang aku mau.
Seperti ketika Engkau berbelas kasih kepada Kain, aku memohon Engkau melihatku sama, seperti ketika Engkau melihat Hagar yang terbuang putus asa di padang gurun. Aku tak meminta hak kesulungan, tapi cukuplah Kau memberi yang kubutuhkan. Aku ingin melahirkan bintang.
SDS. 29.01.2020
Keterangan:
Kata-kata pembuka yang bertanda petik merupakan “Ujaran-Ujaran Hidup Sang Pujangga,” yakni sebuah kitab kumpulan kata mutiara yang ditulis Nurel Javissyarqi selama 10 tahun (1994-2004), cetakan ke IV, Desember 2020 oleh Penerbit PUstaka puJAngga dan Pustaka Ilalang, Lamongan.
Sebelumnya: http://sastra-indonesia.com/2021/01/11-12-pentigraf-siwi-dwi-saputro/
No comments:
Post a Comment