Wednesday, January 20, 2021

Merenungkan Tiga Karya Mahmud Jauhari Ali

Dwi Klik Santosa *

Tiga buah buku karya penulis muda Kalimantan Selatan. Sebuah novel Lelaki Lebah. Sebuah kumpulan cerpen Imanku Tertelungkup di Kakinya dan kumpulan puisi Selia. Adalah karya terbitan terbaru. Karena tercetak tahun 2010 dan dua buku tertulis 2011.
 
Gerak keseharian saya yang jumpalitan dan cara hidup saya yang mengalir begitu saja, memang tak mampu membaca keseluruhan isi ketiga buku dalam waktu secepat itu. Namun setidaknya, dari ketiga buku berbeda format itu, berusaha saya cermati dan telanjangi dari kebiasaan saya membaca sebuah karya, sebagaimana selama ini kerandoman itu saya jalani. Membaca dulu biografi pengarangnya. Lalu melototi kemasan, lay out dan logika desainnya. Dan baru, secara parsial dan loncat-loncat membaca isinya. Itupun, saya lakukan tidak dalam satu waktu. Setidaknya dalam dua hari ini, sejak buku itu sampai di tangan saya, telah mengalami enam hingga delapan kali fase membaca… Berangkat dan pulang kantor. Dua jam waktu perjalanan pulang pergi, kali dua hari. Sekitar tujuh jam maksimal membaca. Yaaaa… begitu deh.
 
Kesan saya paling awal membaca logika dan motif lahirnya karya itu adalah kesantunan seorang yang terpola dalam keseharian yang Islami, namun tak mengurangi greget kekritisannya. Logika-logika kejadian dan fragmentasi sangat mudah dicerna. Tidak njlimet. Apalagi disampaikan dengan tata bahasa yang baku dan lancar. Jelas tergambar kesahajaan dan ketertataan visi dan misi kepengarangan seorang MJA. Punya titik-titik perbedaan yang sangat miring andaikata harus disimak dari proses dan habit seorang DKS… yang acak adut, meloncat-loncat dan tak kenal urut, atau utuh, seoalah-olah. Sangat jauh dari kesan santun apalagi islami. Lha wong Marx, Nietscze, Wayang, Dongeng-dongeng tahyul, Dunia binatang, bal-balan, badminton, bahkan kadang-kadang buku stensilan Annie Arrow dan Wiro Sableng saja sempat-sempatnya menyelinap ke dalam ruang cernanya. Haduuuuhhh…
 
Namun, secara eksplisit ada yang saya tangkap dan rasakan secara resap. Ketika sejenak mencoba mencari-cari, sekedar usil mengurai siapa kira-kira MJA ini. Hal yang cepat mengingatkan kenangan saya akan sosok kepengarangan sastrawan dari Pekalongan, SN Ratmana. Beliau yang terlahir di tahun 1936 ini adalah satrawan seangkatan Rendra. Dan sebagai laki-laki yang terlahir sebagai pedagogik dari kaukus Islam pesisiran Pekalongan-Batang-Tegal, tentunya pada era tahun 1960-an pernah tercatat sebagai yang pernah bergolak. Tentunya kita masih ingat ada gejolak besar pada waktu itu yang lantas terkenal dengan jargon Manikebu (Manifes Kebudayaan seniman dan sastrawan menolak komunisme). Ada dalam catatan, SN Ratmana pernah bersegandeng dengan sastrawan kondang Goenawan Mohamad dan Kakaknya yang dokter idealis Kartono Mohamad yang terlahir dan berkampung halaman di Batang. Dua buku Pak Cik, begitu saya suka memanggil beliau, yakni Sedimen Senja dan Dua Wajah dan Satu Sisipan, nyaris persis seperti kedua karya MJA, Imanku Tertelungkup di Kakinya dan Lelaki Lebah. Sangat santun, sederhana dan empuk direnungkan. Jauh sekali dalam kesan seperti gaya saya menulis : nakal, binal, urakan, aleman (bener nggak siiihh)…
 
Lantas saya teringat sebuah komentar Goenawan Mohamad pada tahun 2001, ketika buku Pak Cik, Dua Wajah dan Satu Sisipan diluncurkan di Teater Utan Kayu, Jakarta Timur. ”Ia adalah salah satu senior dan teman terbaikku. Orangnya pendiam dan paling alim sejauh yang saya kenal. Apa yang ditulisnya adalah apa saja menjadi pengalaman hidup dan kesehariannya. Maka, kejujuran dan kesantunan itu yang lantas menjadi ciri yang kuat darinya. Maka, menurut saya, sastra Indonesia beruntung memiliki seorang yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, lugu dan polos dalam berbudi pekerti. Karena ia seorang guru dan lalu kemudian menjadi kepala sekolah dari beberapa fase perjalanan hidup yang dijalaninya, maka layaklah ia menjadi sosok karismatik yang disegani para guru dan juga banyak muridnya. Begitu pula bagi para sahabat-sahabatnya termasuk saya. Kiranya, sebagai seorang yang saleh dalam menjalani keseharian dan tugas-tugas kehidupan yang diembannya, karya-karya SN Ratmana adalah representasi dari nilai-nilai fundamental kandungan kekayaan bangsa ini.”
 
Pondokaren, 20 September 2011

*) Penulis novel Abimanyu Anak Rembulan. http://sastra-indonesia.com/2011/10/merenungkan-tiga-karya-mahmud-jauhari-ali/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar