Thursday, January 28, 2021

Bahasa Lampung Nasibmu Kini

Dian Wahyu Kusuma

Lampung Post, 24 Okt 2013 

(AM Zulqornain Ch., Kahfi Nazaruddin, Isbedy Stiawan Z.S, Jauhari Zailani)
 
Dua belas tahun berlalu, sejak pakar sosiolinguistik Asim Gunarwan mengatakan bahwa bahasa Lampung bisa punah dalam 3-4 generasi atau 75-100 tahun. Selama itu relatif tak ada upaya sistematis dan strategis dari para pihak untuk mencegah kemungkinan itu.
 
Keluh-kesah, curahan hati, rasa tak percaya diri, dan sikap saling curiga antara pihak satu dan lainnya. Begitu yang mengemuka dari Seri Diskusi Lampung Bangkit III dengan tema Revitalisasi bahasa Lampung di Lampung Post, Selasa (22/10).
 
Terhadap tema ini pun penyair Ari Pahala Hutabarat berkomentar di Facebook, "Apa yang direvitalisasi? Memang kapan bahasa Lampung itu punya peran vital? Ini perlu diluruskan dulu untuk bisa menemukan solusi."
 
Namun, dosen FKIP Unila, Kahfie Nazaruddin, mengartikan revitalisasi bahasa Lampung sebagai upaya untuk menjadikan bahasa Lampung hidup dalam kegiatan berbahasa penuturnya sehari-hari. "Belajar bahasa Lampung dengan demikian adalah mempraktikkan bahasa Lampung dalam berbagai kesempatan," ujarnya.
 
Masalahnya, kata dia, bagaimana menghidupkan praktik berbahasa Lampung secara lisan dalam kehidupan sehari-hari. "Ini yang tidak kelihatan. Seharusnya setelah siswa belajar di sekolah, upaya selanjutnya adalah menciptakan komunitasnya, menciptakan kantong-kantong berbahasa Lampung," kata dia.
 
Menurut Kahfie, pengajaran bahasa Lampung itu harus diorientasikan kepada komunikasi dan jangan berorientasi pada tata bahasa. Sebab, kalau tata bahasa yang ditekankan, orang semakin jauh dari bahasa Lampung.
 
Gerakan Kultural
 
Dari sisi lain, sastrawan Asaroedin Malik Zulqornain Ch. mengakui rasa terbuka orang Lampung saat mengobrol dengan orang yang bukan suku asli Lampung. Masyarakat Lampung memilih bahasa yang digunakan lawan bicara. “Kami (orang Lampung) cuek dengan bahasa sendiri, dari dulu bahasa Lampung terpinggirkan bahkan sebelum NKRI,” ujarnya.
 
Transmigran dari Jawa, Bali, dan lain-lain ke Lampung diterima dengan baik di Lampung, bahkan identitas kultural dan bahasa yang datang tetap dipakai di Lampung, sampai nama-nama tempat pun dibawa.
 
Bukan hanya itu, masyarakat Lampung dinilainya tidak kompak. “Pejabat yang memakai jas dan rapi itu tidak ada jiwa Lampungnya. Kalau saya jadi penguasa, saya ganti nama provinsi ini menjadi Provinsi Krakatau. Biar dikenal luas, daerah yang paling unik, dan antik, inilah Lampung,” kata lelaki yang mendirikan Sanggar Sastra Cakrawala Ide Anakmuda (CIA) 1985 ini.
 
Namun, staf pengajar FISIP Universitas Muhammadiyah Lampung (UML) Jauhari Zailani melihat tidak pada tempatnya orang Lampung menyalahkan pendatang yang tidak bisa berbahasa Lampung. "Saya ingin belajar bahasa Lampung, tetapi saya jarang sekali mendengar orang berbicara bahasa Lampung. Orang kayak saya ini kan serbasalah karena tidak jelas identitas kulturalnya," ujarnya.
 
Untuk menghidupkan bahasa Lampung yang dibutuhkan adalah gerakan kultural, bukan gerakan struktural. "Bahasa itu kan budaya. Sebab itu, gerakan yang harus dilakukan adalah gerakan-gerakan kultural yang tidak boleh berhenti karena ada hambatan birokrasi," kata dia.
 
Senada dengan itu, sastrawan Isbedy Stiawan Z.S. mengatakan bahasa Lampung tidak menjadi bahasa keseharian masyarakat bukan disebabkan kompromis, demokratis, dan keterbukaan orang Lampung.
 
"Pernyataan ini klasikal alias ketidakmampuan orang Lampung menjaga bahasanya. Perbedaan dengan masyarakat Betawi, manusia Betawi benar tersingkir tapi budaya Betawi tetap lestari," ujarnya.
 
Lembaga yang memiliki kebijakan pertama yang mesti bertanggung jawab dalam pembudayaan bahasa Lampung adalah sekolah dan perguruan tinggi.
 
"Perlu juga dipertanyakan peran MPAL (Majelis Penyimbang Adat) dalam menjaga/ menghidupkan bahasa Lampung sebagai bagian dari adat dan kebudayaan. MPAL jangan hanya mengurus pemberian gelar (adok), sedang adat lainnya, seperti bahasa, tak dipedulikan," kata Paus Sastra Lampung ini.
 
Dia pun mengusulkan agar muatan lokal bahasa Lampung di sekolah kembali dihidupkan. Begitu pula Unila kembali membuka program studi Bahasa Lampung, bila perlu strata satu. Dan Pemprov memberi ruang kerja bagi lulusan prodi ini.
 
Pengajaran Bahasa Lampung
 
Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Lampung Warsiem mengemukakan kesulitan dalam belajar bahasa Lampung di sekolah. "Saat masuk Program Studi D-3 Bahasa Lampung hanya ada tiga orang yang bukan suku Lampung. Tapi saya termasuk haus dengan kosakata bahasa Lampung sehingga tidak sampai tiga tahun kuliah saya bisa berbahasa Lampung," ujarnya.
 
Pada saat yang sama, kata Warsiem, justru orang bersuku Lampung yang malu berbahasa Lampung. "Ada 13 subdialek bahasa Lampung. Ini kesulitan tersendiri. Tapi saya terus saja belajar berbahasa Lampung sembari mengajarkan kepada siswa," kata guru Bahasa Lampung SMA Alkautsar, Bandar Lampung, ini.
 
Warsiem mengeluhkan nasib bahasa Lampung yang tidak dipedulikan. Beberapa di antaranya berpindah ke guru kelas atau guru Bahasa Indonesia. "Bahasa Lampung terombang-ambing, terkubur di daerahnya sendiri," ujarnya.
 
Ketika ada poin peraturan Mendikbud 2011 yang menyebutkan pelajaran Bahasa Lampung bisa diintegrasikan dengan seni budaya atau terpisah sesuai kebijakan Pemerintah Pusat atau daerah, terjadi perdebatan.
 
Menurut dia, peraturan itu tidak sepenuhnya disampaikan saat itu dan nyaris Bahasa Lampung tidak masuk kurikulum. Ia dan guru bahasa Lampung lain terus berjuang untuk Bahasa Lampung ada di kurikulum sekolah.
 
Ade Siska, guru Bahasa Lampung, mengatakan guru di sekolah yang terjun langsung dengan siswa dalam pembelajaran bahasa Lampung harus diperhatikan. Ia kesulitan untuk melakukan sertifikasi guru bidang Bahasa Lampung.
 
Kode 062 Bahasa Daerah Lampung tidak ada di daftar sertifikasi. “Banyak yang beralih ke sertifikasi guru kelas dan Bahasa Indonesia, akan hilang, punah nanti guru bahasa Lampung ini,” kata pengajar di SDN 2 Rawalaut, Bandar Lampung ini. (UZK/P1) dianwahyu@lampungpost@co.id
 
***

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar