Monday, November 16, 2020

MIRS(Z)ANI NIKI TA

Dwi Pranoto *
 
Beberapa kaum intelektual prohersif cemas dengan makin membesarnya pengaruh Rizieq. Potensi politis Rizieq yang terbentuk dari popularitasnya yang menggetarkan dan menggentarkan itu tergambar dari drama-drama kolosal pemujaan atas dirinya, seperti drama penyambutan kepulangannya. Potensi politis Rizieq yang demikian besar itu bukan tidak mungkin akan berujung pada kemenangan politik kanan, katakan saja kemenangan fasisme. Masalahnya, kecemasan yang diartikulasikan sebagai peringatan itu kehilangan ketajaman daya kritisnya, bahkan dapat dipahami sekaligus sebagai penguatan atas sikap pemujaan. Perbuatan-perbuatan heroik Rizieq yang katanya mengayomi kaum buruh dan kaum pinggiran lain diikuti dengan cemoohan pada kelompok-kelompok lain (liberal, kiri, menengah) yang disebutnya sebagai penganjur berkebun di halaman dan berternak lele di ember serta kampanye-kampanye toleransi. Tumpulnya kritik itu, saya kira, karena tidak meletakan fenomena Rizieq pada keadaan politik aktual yang terjadi di masyarakat.
 
Mengapa serangan Nikita kepada Rizieq berhasil menggerakan simpati massa? Umpatan, pelecehan, penghinaan yang dialamatkan ke Rizieq mungkin terjadi tiap hari, bahkan tiap jam. Tapi, kenapa pelecehan yang dikatakan Nikita bisa merebut perhatian publik? Sebagaimana Rizieq yang menjadi subyektifitas publik, Nikita, dalam kasus ini, juga subyektifitas publik. Baik Rizieq maupun Nikita memanggil publik melalui bahasa ekspresi yang bersifat spontan, bahasa yang memancarkan sensibilitas. Keduanya menghibur massa, Apakah massa di belakang Nikita dan Rizieq adalah dua kelompok yang berbeda? Mereka terpilah hanya karena kesenangan mereka berbeda: ibaratnya, kelompok pertama lebih suka merokok Marlboro untuk merasa berdiri di bawah panji-panji kebebasan, kelompok berikutnya lebih senang merokok shisha karena ingin berdiri di bawah panji-panji primordialisme. Namun, kedua kelompok sama-sama massa konsumen yang dibentuk oleh pasar.
 
Politik aktual hari ini tak lebih dari pasar. Politik yang didasarkan pada persepsi. Lembaga polling, survey, dan konsultan politik seperti agen advertising yang mengidentifikasi dan mengkuantifikasi persepsi publik serta/atau melakukan fabrikasi persepsi. Kebijakan politik (partai) tidak lagi bersandar pada riset seperti yang dilakukan oleh Aidit di Jawa Barat untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan kaum tani (Kaum Tani Mengganyang Setan-Setan Desa). Kebijakan politik hari ini didasarkan pada penampilan apa yang disenangi publik saat ini atau bagaimana membuat publik menyukai penampilan tertentu saat ini. Inilah pasang naik hasrat yang membanjiri nalar, sensibilitas membanjiri rasionalitas, perasaan membanjiri pikiran. Pengungkapan riwayat keberadaan dan kepemilikan kebun di Pakel, Banyuwangi, yang terancam dirampas, sulit untuk merebut perhatian publik daripada umpatan “tukang obat” dan ancaman “pengepungan 800 laskar”. Drama penyambutan Rizieq yang memacetkan jalan tol dan menunda sekian jadwal penerbangan lebih menghibur daripada pendampingan yang dilakukan kawan-kawan muda pada komunitas petani di pelosok Jember untuk lepas dari penjajahan korporasi pupuk dan benih.
 
Celakanya, beberapa kaum intelektual prohersif kita hanya cemas dibangku penonton sambil ikut tersihir tontonan di atas panggung dan tidak pergi ke belakang panggung untuk memeriksa bagaimana tontonan diproduksi.
 
*) Dwi Pranoto, sastrawan dan penerjemah, tinggal di Jember, Jawa Timur.
 
Keterangan judul dari tukang posting: makna kata Mirsani (Mirzani) dalam bahasa Jawa artinya melihat, menonton, menyaksikan. Sedangkan kata Niki ta (Nikita), artinya sama dengan Ini kah.
Ketarangan Gambar: foto Nikita Mirzani dari liputan6dotcom
http://sastra-indonesia.com/2020/11/mirszani-niki-ta/
 
Catatan terkait: http://sastra-indonesia.com/2020/11/nikita-mirzani/

http://sastra-indonesia.com/2020/11/nikita-mirzani-itu-padang-kurusetra-dalam-bharatayudha/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar