Monday, November 30, 2020

Dunia Irasional Bamby Cahyadi

Peresensi: Teguh Afandi
Solo Pos, 16 Mar 2014
 
Imam Ghazali pernah menyampaikan dalam kesempatan ceramah, bahwa hal yang paling dekat dengan manusia bukanlah jakun atau urat nadi, tetapi kematian. Kematian dan segala dimensinya (arwah, hantu, dan hal-hal gaib lain) begitu dekat dan misterius. Semuanya pararel dengan kehidupan manusia, meski gaib dan irasional. Lalu bagaimana kalau hal-hal irasional itu seperti mendapatkan porsi lebih ringan dalam sebuah fiksi? Cerpen-cerpen Bamby Cahyadi dalam “Perempuan Lolipop” menawarkan cara tersendiri untuk menikmati bahkan menertawakan hal-hal gaib. Hingga yang beraroma seram, tampil manis dan lucu.
 
Nama Bamby Cahyadi tidak asing dalam kancah sastra Indonesia. Dahulu, saban minggu Bamby memasang status berisi cerpen, puisi, maupun esai yang terbit di berbagai koran. Selanjutnya Bamby memindah pendokumentasian tersebut dalam satu grup Facebook “Sastra Minggu” dengan anggota lebih dari 7000 orang. Buku “Perempuan Lolipop” adalah buku kumcer ketiganya, yang berisi 19 cerpen yang semuanya sudah tayang di koran maupun majalah.
 
Di buku ini Bamby, seperti ingin membuat kesan bahwa kematian dan dunia gaib bisa tampil lucu dan menghibur. Hal ini terlihat dari pemilihan rupa sampul. Sampul buku berwarna biru cerah dan manis. Sangat berbeda dengan buku-buku sastra lainnya yang biasa diisi dengan lukisan maupun ilustrasi dengan dosis seni yang tinggi. Sehingga buku ini tidak hanya menarik perhatian penikmat sastra juga kaum popis urban.
 
Kita dapat membagi kesembilan belas cerpen menjadi dua bagian: (1) cerpen-cerpen yang mengangkat tema dunia irasional meski porsi berbeda-beda, dan (2) cerpen dengan tema realis dari kejadian sekeliling penulis.
 
Hidangan pembuka dalam buku ini “Credo Quia Absurdum” membenturkan logika manusia urban dengan dunia cenayang. Judul cerpen diambil dari bahasa latin yang berarti “saya percaya karena mustahil” menjadi kunci untuk mengerti sikap tokoh utama dalam cerpen. Namun cerpen ini menjadi hidangan pembuka yang tidak lezat. Cerpen ini memberi penjelasan rute jalan di Jakarta yang berlebihan. Bagi pembaca yang tidak familiar dengan jalan-jalan itu tentu bakal jemu. Apalagi mereka yang tiap hari melewati. Lebih mengecewakan adalah Bamby mengakhiri cerpen ini dengan adegan kematian. Mengakhiri cerpen dengan kematian adalah pengereman mendadak imajinasi pembaca.
 
Dunia irasional juga dominan dalam cerpen-cerpen selanjutnya. Cerpen “Tubuhku Tersesat Di Jalan Pintas” bercerita tanpa logika yang masuk akal. Manusia modern tentu akan bertanya bagaimana arwah seseorang bisa bertukar badan dengan orang yang masih hidup. Jawabannya kembali pada kredo bahwa Bamby sedang ingin menertawakan hal-hal irasional yang tidak perlu dicari dasar logikanya. Termasuk dalam cerpen “Aku, Pistol, dan Polisi”. Cerpen dengan pusat cerita adalah sebuah pistol warisan mendiang ayah yang berprofesi sebagai polisi. Pistol itu berkisah tentang si ayah. Di samping memberi sindiran terhadap polisi-polisi yang tidak jujur, cerpen ini juga menyampaikan kesepian yang dalam. Kesepian yang membuat seolah-seolah semua benda bisa menyampaikan kisahnya untuk penutup lubang rindu lepas peristiwa kematian.Hal senada dapat ditemukan dalam cerpen “Dua Rangkai Kisah Kematian” yang berkisah tentang orang yang koma, lalu masuk dalam dunia arwah. Kembali ditemukan hal irasional tentang bagaimana arwah dapat bertukar ke badan orang lain. Mungkin kejadian ini hanya akan ditemukan dalam dunia animasi anak-anak.
 
Usaha Bamby untuk membuat dunia irasional menjadi lebih ceria tampak dalam cerpen “Malaikat Mungil dan Perempuan Lolipop”. Malaikat maut disimbolkan perempuan mungil dan perempuan yang suka mengemut lolipop. Sehingga harapan Bamby bahwa kematian bukan menjadi hal yang menakutkan dapat terwujud, Seandainya mati seperti orang yang mengembuskan asap rokok, betapa bahagia kematian nenek dan ibunya. Tentu banyak orang akan memilih mati ketimbang melanjutkan hidup yang menjengkelkan ini. (hal.80)
 
Meski tanpa pembagian jelas, delapan cerpen terakhir Bamby adalah cerpen realis yang jauh dari dunia irasional. Dimulai dari cerpen “Ketika Hujan Reda”. Cerpen-cerpen itu beraroma realis, mulai dari tema kemiskinan, kesenjangan soial antara si kaya dan si miskin, kehidupan suami istri, kemacetan Jakarta pagi hari, atau ketulusan seorang ibu.
 
Lalu apa delapan cerpen ini tidak salah posisi? Bukan. Bagian pertama pembaca disuguhi hidangan yang bertema hal-hal gaib dengan dosisi nalar yang kecil. Mulai dari cenayang, firasat kematian, hantu, arwah, dan mimpi-mimpi gaib. Hal-hal tersebut jauh-jauh dari logika namun dekat dengan kehidupan kita. Lalu di bagian kedua pembaca dipaksa mengubah haluan dengan membaca cerpen-cerpen realis. Karena kadang realitas kehidupan juga jauh dari logika. Bagaimana kehidupan bertetangga bisa tidak saling memedulikan? Bagaimana mungkin jalanan raya macet dan hampir berhenti saban pagi? Hal-hal nyata yang sampai sekarang sulit diterjemahkan secara logis.
 
Hingga ketika rampung menbaca, harapan agar kematian dan hal-hal irasional, termasuk kejadian sehari-hari yang dekat dengan kita dapat dimaknai sebagai hal wajar dan mencipta ruang untuk pembaca merenungkan makna.
 
Judul Buku: Perempuan Lolipop
Penulis: Bamby Cahyadi
ISBN: 9786020302591
Tebal: viii+198 halaman
Penerbit: Gramedia, Februari 2014

*) Teguh Afandi, kelahiran Blora 26 Juli 1990, sudah menerbitkan seratusan cerpen di berbagai media lokal dan nasional, belum termasuk ulasan buku/resensi. Salah satu cerpennya Juara 1 Sayembara Cerpen Femina 2014. http://sastra-indonesia.com/2020/11/dunia-irasional-bamby-cahyadi/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar