Saturday, August 1, 2020

Kulturalisasi Radikalisme Agama

Judul : Deradikalisasi Islam: Paradigma dan Strategi Islam Kultural
Penulis : Syaiful Arief
Penerbit: Koekoesan, Jakarta
Tahun : Cetakan I, Juli 2010
Tebal : viii + 151 halaman
Peresensi : M. Abdullah Badri *
lampungpost.com 

HADIRNYA globalisasi menjadikan agama besitegang secara fungsional: antara pijakan nilai spiritual-moral dan kebermanfatan kehidupan publik. Radikalisme berbasis agama muncul dimulai dari kegairahan spiritual yang terimpit oleh kujumudan berpikir para penganutnya. Awalnya, agama (Islam) dikontekstualisasikan untuk mengimbangi kemajuan modernisme dalam arus globalisasi massa. Berubah ia menjadi lembaran ajaran yang anarki, ekslusif, dan radikal setelah kehilangan daya magisnya di masyarakat.

Dalam buku Deradikalisasi Islam ini, Syaiful Arief hendak melakukan penyeimbangan antropologis atas Islam radikal dengan Islam kultural. Menurut penulis, radikalisme menjadi fenomena anyar pergerakan Islam di Indonesia karena kesadaran keber-Islam-an bermula dari pemahaman keagamaan yang belum mengalami kulturalisasi. Ia menjadi orang Islam yang Indonesia, bukan orang Indonesia yang beragama Islam. Kediriannya sebagai orang Islam didahului oleh identifikasinya sebagai orang Indonesia.

Keterpisahan identifikasi diri dari budaya dan agama itulah yang menjadikan pola pembangunan hidup beragama kelompok radikal bersifat menjajah (imperialis), bahwa semua praktek keagamaan yang ada harus diluruskan melalui mekanisme normatif yang bersifat "memaksa". Pada tahapan selanjutnya, unsur hakimiyyah (penghakiman) merupa pola dalam mekanisme kehidupan sosio-religiusnya. Tabiatnya menjadi kaku, noramatif, serbaharus dituruti, dihormati, mengusasi dan maunya mengatur.

Idealitas paham radikal Islam pun menuju pada orientasi penerapan hukum agama secara totaliter melalui mekanisme politis. Format yang terbaca, mereka menggunakan "yang politik" untuk mengatur "yang religius". Kelompok radikal agama, yang mengimpor pemahaman Islam secara ideologis dari Timur Tengah (Arab), melakukan imperialisasi anutan paham sepihaknya kepada "yang kultural". Padahal, Islam yang ada di Nusantara ini, telah mengalami kulturalisasi sekian lama, menjadi kesadaran yang sublim dalam benak masyarakat muslim. Tidak bisa dipisahkan.

Arief menunjukkan bukti kecongkakan pemahaman religius kelompok radikal agama ini dengan lebih dikenalnya pemikiran tokoh agama asal Arab daripada yang pribumi. Al Maududi, Hasan Al Banna, Sayyid Qutub, lebih populer daripada Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Mas Karebet, Raden Fatah, yang mereka itu masyhur luas sebagai juru agama yang berhasil mensyiarkan nilai-nilai agama gerak kehidupan kultural masyarakat.

Kegagalan paham radikal dalam menyinergikan antara agama dan budayanya, hingga akhirnya melahirkan kecongkakan ego politis yang menihilkan humanitas, adalah bentuk nyata kegagapan ideologi radikal agama dalam memahami tantangan modernitas. Arief menyebut radikalisme Islam sebagai korban modernitas. Makna modernitas yang sebenarnya amatlah menjunjung tinggi amanat kemanusiaan, termasuk pelestarian kultur dan budaya lokal. (hlm 29).

Deradikalisasi Islam harus dimulai dari latar budaya urban, karena pusat perbenturan ideologi ini ada di kota. Sistem kebudayaan rendah di desa (ini mengikuti kategori fungsional modernisme), relatif aman dari kekisruhan ego agama karena masyarakatnya memiliki keunikan tersendiri dalam menjalankan laku kultural agama dan budayanya. Kemenyatuan agama dengan budaya, nyata terlihat dalam spiritualitas masyarakat desa. “Yang religius” dipraktekkan tanpa paksaan dari "yang politis".

Islam di desa telah mengalami pribumisasi karena mayoritas muslim di sana "melakoni syariat" sebagai tradisi. Konsekuensinya, tidak dibutuhkan lagi formalisasi syariat. Perwujudan kultural Islam begitu kuat dipegang oleh karena struktur tradisi itu terbangun bukan melembaga pada level institusi dan pengundang-undangan syariat, melainkan pada penguasaan pamahaman keilmuan Islam serta penerapannya.

Keseimbangan antropologis, sebagaimana tujuan penulisan buku ini, bisa diciptakan dengan menghadirkan spiritualitas pendidikan ala pesantren dan tarekat ke dalam dinamika budaya urban. Bukan berarti mendirikan pesantren dan komunitas tarekat di kota, melainkan menjejakkan nilai-nilai substansial agama dalam formalitas paham keagamaan masyarakat urban, yang rentan diselundupi ideologi radikal itu. Agar radikalisme bisa didekonstruksi untuk merekonstruksinya; dengan pembumian kultur kenusantaraan.

Radikalisme agama terjadi karena bibliografi Islam Nusantara lupa diingat sebagai cermin pertemuan yang indah antara agama dan budaya. Perwujudan kultural Islam di kota akan mendamaikan antara tradisi dan modernitas, seperti didengungkan oleh Fazlur Rahman dalam neo-modernismenya.

_____________________
*) M. Abdullah Badri, pembaca buku, peneliti Idea Studies.

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar