Friday, August 20, 2021

Denny JA adalah Muncikari yang Harus Dibunuh!

Denny JA, Kejahatan Intelektual, Pembodohan Sejarah Sastra Indonesia, Perusak Peradaban!


Muhammad Yasir
 
Denny JA adalah Jim Colosimo atau “Big Jim” versi Indonesia. Jika Big Jim terkenal dengan bisnis prostitusi, gelamoritas, butiran batu mulia, revolver berhias berlian, dan pembunuhan, Denny JA lebih suka bisnis prostitusi dan membantu para politisi berkuasa di Indonesia. Dia mendirikan Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA untuk membantu pemenangan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perebutan kursi presiden pada Pemilu 2004 dan berhasil mendepak Megawati Soekarnoputri.
 
Bahkan, TIME Magazine tidak segan-segan memberikan penghargaan terhadap 17 tahun kiprah LSI Denny JA dan dianggap memecahkan rekor dunia World Guiness Book of Record dan mendapat penghargaan dari Twitter Inc, karena kemampuannya memenangkan presiden langsung empat kali berturut-turut, 33 gubernur, dan 95 bupati/walikota. Serentetan penghargaan yang diberikan oleh pelbagai sisi ini menunjukan Denny JA tidak bisa dianggap sebagai seseorang yang remeh-temeh, baik sebagai bandit maupun muncikari.
 
ANTARA News, sebuah media massa nasional, pada bulan Januari 2018 menerbitkan sebuah berita yang bertajuk “Sastrawan: 2018 jadi kelahiran angkatan puisi esai” yang mengulas secara singkat tentang apa, siapa, kapan, mengapa, dan bagaimana Denny JA menjadi sosok “sastrawan” yang membuat dobrakan terbaru dalam dunia Sastra Indonesia dengan melahirkan satu genre baru karya sastra, yaitu puisi esai.
 
Dalam wawancaranya dia mengatakan, 2018 menjadi tonggak kelahiran angkatan puisi esai. Angkatan puisi esai berisi 170 orang - termasuk Sujiwo Tedjo: Presiden Djancukers sampah! - dari kalangan penyair, penulis, aktivis, peneliti, dan jurnalis dari Aceh hingga Papua.
 
Tentu saja, angkatan puisi esai telah melahirkan standar-standar puisi esai, seperti bahwa puisi esai memiliki ciri menampilkan fakta dan fiksi tentang kehidupan sosial, bahwa puisi esai harus mengandung 2000 kata, bahwa setiap puisi esai memiliki 10 catatan kaki tentang fakta kehidupan sosial berupa hasil riset sebagai sumber informasi, bahwa puisi esai memiliki nilai dramatik dan hubungan pribadi seperti cerita pendek yang “dipuisikan”, dan bahwa puisi esai (hanya) lahir saat momen yang sama sebagai penanda sebuah masa karya generasi sastra (?).
 
Kelahiran angkatan puisi esai ini bukan tanpa korban. Pada tahun 2015, Sastrawan Saut Situmorang ditangkap di rumahnya, di Yogyakarta, karena dituduh melakukan tindak “pencemaran nama baik” salah seorang “penyair perempuan” yang juga hidup dalam prostitusi milik Denny JA, di Facebook.
 
Kejahatan intelektual ini bermula dari kelahiran buku pembodohan sejarah Sastra Indonesia, yaitu “33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh” yang disusun secara khusus oleh Tim 8 alias pelacur khusus dan kesayangannya: Jamal D. Rahman, Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshauser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, dan Nenden Lilis Aisyah nama-nama yang harus dicatat dalam daftar perburuan!
 
Denny JA dan pelacur-pelacur yang dia pelihara dalam prostitusinya memenangkan pertarungan itu dengan menyogok hukum untuk melegitimasi dirinya sebagai “tokoh sastra paling berpengaruh”.
 
Namun apakah Saut Situmorang dan orang-orang yang memburu Denny JA benar-benar kalah? Tidak. Komitmen memerangi para medioker dan parasite dalam Sastra Indonesia itu tetap tumbuh dan mengakar. Apakah Denny JA dan pelacur-pelacurnya diterima dalam dunia Sastra Indonesia?
 
Ya! Karena banyak sekali orang yang mendaku diri mereka sebagai pegiat sastra, penulis sastra, aktivis sastra, dan akademisi sastra memilih diam dan diam-diam menjadi pelacur pula dalam dunia Sastra Indonesia dan karena tidak banyak orang yang benar-benar mencintai Sastra Indonesia! Bukankah demikian? Bukankah engkau lebih menyukai memprioritaskan eksistensi dirimu belaka ketimbang berjuang untuk Sastra Indonesia?!
 
Baru-baru ini, Big Jim versi Indonesia ini kembali berulah. Dengan kekayaannya sebagai muncikari, dia membeli penghargaan Lifetime Achievement Award dari Persatuan Penulis alias Satupena. Kemudian, selanjutnya dia terpilih sebagai Ketua Satupena. Semua terjadi begitu saja. Akan tetapi, jika menelisik Lifetime Achievement Award kita akan menemukan kejanggalan ini: bahwa penghargaan untuk seseorang yang yang berkarya di bidangnya minimal 40 tahun, sementara bisnis prostitusinya bahkan belum berumur satu dekade!
 
Dan, meskipun sebagian anggota Satupena menulis pernyataan tentang kejadian memalukan itu, mereka pun tidak memiliki kemampuan membantah atau menghalang-halangi kemampuan Big Jim! Dan, lihatlah! Bagaimana dia dan pelacur-pelacurnya merayakan kemenangan mereka! Sementara, Dewan Kesenian dan Balai Bahasa dan Sastra hanyalah kumpulan kambing yang mengembek; harap-harap di tahun yang mengerikan ini mendapat proyek-proyek menguntungkan tentang Kesenian dan Sastra Indonesia!
 
Engkau, Denny JA alias Jim Colosimo alias Big Jim versi Indonesia, silakan dengan kekayaanmu membeli jiwa-jiwa pelacur untuk memenuhi setiap sudut bisnis prostitusimu! Silakan engkau klaim dirimu sebagai manusia yang menulis dan menerima seribu penghargaan!
 
Tetapi, engkau tidak akan bisa lari dari kebenaran, bahwa yang engkau lakukan adalah kejahatan intelektual, pembodohan sejarah Sastra Indonesia, dan merusak peradaban! Engkau tidak akan bisa lari dari tajamnya hari pembalasan yang akan membunuh dan memenggal kepalamu! Sogoklah hukum untuk melindungimu dan menangkap penulis-penulis yang berkomitmen untuk mempertahankan nilai-nilai Sastra Indonesia! Suatu saat, akan tiba kepadamu penulis-penulis itu dan mencincang mayatmu!
 
Gresik, 2021.

http://sastra-indonesia.com/2021/08/denny-ja-kejahatan-intelektual-pembodohan-sejarah-sastra-indonesia-perusak-peradaban/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar