Jika
Jika hidup hanya melayari
kesakitan demi kesakitan
adakah sungguhsungguh
apa yang dijanjikan kitabkitab
tentang indah dan bahagia?
Jika tak ada
tempat buat lari dari ketakutan
lalu kau dimana tuhan?
Kupu-kupu di Kamarku
Kupu-kupu istirah di kamarku
tidakkkah ia bertanda
suka dan dukacita
tentang kedatangan dan keberangkatan
sedang diantara keduannya
betapa jarak begitu tipisnya
poetika, 29 juni 2006
Dian
sekali saja, nyalalah di sudut pengapku
bakarlah risau, usir segala galau
tak ada yang tersembunyi dari hidup dan kematian
bersamamu melulu kutemukan siang yang panjang
dan malam tanpa bintang
tubuh ini serupa mayat
yang diusung diam-diam
tersampir di sudut paling sembunyi
dan kau yang menuntunku
belajar rindu dan ketakutan
dari mana harus kumulai
jika hidup melulu kecurangan kekalahan
tinggal sedikit lagi
kau akan padam oleh desah nafasku
di sisa kantuk
besok, tak ada nyala
maka, bakarlah risau, usir segala galau
Bagi Kita yang
Senantiasa Ditinggal
bagi kita yang senantiasa ditinggal
bahwa kepulangan adalah juga keberangkatan
dan keberangkatan adalah kepulangan bagi yang lain
sedang kita hanya dermaga yang bersetia menjadi tempat bersinggah
sebelum banyak kapal dan perahu membentang layar
menuju selat dan teluk yang lain
kau percaya,
ada banyak persinggahan lain di tempat yang lain bukan?
Sedang kita yang senantiasa ditinggal
adalah balutan besi berkarat
yang lesi dijilati amis pantai
dan laut menjalin kisah sendiri
bagi kapal-kapal yang diberangkatkan
kita tak pernah tahu kapan yang pergi akan kembali
mereka seperti juga waktu
tak bisa ditunggu
ia datang begitu saja dan mengepakkan sayap tibatiba
mereka menggunting karcis sendiri bagi banyak
perjalanan lain
sedang kita adalah batas antara
keberangkatan dan kepulangan
ditasbihkah
maka lepaslah kapal dengan riang
meski kita tak sungguh-sungguh bisa
karena sepert kataku, keberangkatan adalah
kepulangan bagi yang lain
bagi pelabuhan lain
kau ingin menjadi bulan saja
yang dekat dnegan siapa pun
tapi hanya dimiliki malam
tapi kita pelabuhan kataku, tempat segala yang datang
dan pulang melempar sauh
seperti hujan yang tidak milik siapa-siapa
kita yang senantiasa ditinggal,
kelak pada waktunya, sehabis tubuh ini rapuh sendiri
kita pun akan belajar meninggalkan
meski -barangkali- tak seorang pun yang kehilangan.
Poetika, 2006
Pelabuhan pada Stasiun
-kepada wida
kita adalah stasiun
di mana keberangkatan
dan kepulangan
begitu saja mengatur
jadwal lewat
sakit dan ngilu
diri
sepertimu,
aku ingin melepas pintu
agar tubuh ini
menjadi tempat paling aman
keluar masuk siapa saja
yang biasa dengan
luka
Poetika, 260706
Menanam Mawar
aku menanam mawar
di dadaku
agar sesuatu di lehermu
menggeliat dan hinggap
pada tangkainya
aku hanya lupa
dulu ia hanya sseekor
ulat kecil yang kini
menjelma kupukupu
bersayap indah
masihkah mawarku
tempat bersinggah yang nyaman
bagi kepak kupukupumu?
Elegi buat
aku tak akan menghapus sebiji kenangan pun
yang pernah kau tinggalkan di belukar tubuh
aku ingin menjadi batu, yang kelak dibaca
anak cucu – kelak, kau ia sempat dilahirkan
jejakmu menikam jantungku
kusimpan rapat sebagai ziarah kelam
pulang ke laut sendiri
di mana garam tak lagi asin
-di curi nelayan yang rindu pulau
tempat segala yang baru mengintai
di setiap subuh; tidur yang tak lelap
mimpi yang tak selesai
serupa kau yang meninggalkan
sebiji kenangan di tubuhku
tak akan kuhapus sampai seluruh
gigiku tanggal, sisanya kujadikan
tasbih bagi seluruh nama-nama
poetika, juli 2006
http://sastra-indonesia.com/2009/03/puisi-puisi-indrian-koto-3/
No comments:
Post a Comment