Thursday, May 6, 2021

Mari Melestarikan Bahasa Daerah

T. Sandi Situmorang *
analisadaily.com
 
Malam itu, untuk sebuah keperluan, saya tiba di Pangururan, ibu kota kabupaten Samosir. Saya melangkah di bawah gerimis dan dingin yang begitu menggigit, memasuki sebuah penginapan. Saya bertanya apakah ada kamar kosong. Seorang perempuan muda yang berada di belakang meja resepsionis, menjawab semua kamar penuh.
 
Saya keluar setelah bertanya dimana letak penginapan lainnya, kembali menembus gerimis. Pada sebuah titik, saya bertanya lagi dimana letak penginapan yang dimaksud si perempuan muda tadi. Kali ini saya bertanya pada seorang lelaki muda.
 
Setelah mengucapkan terimakasih, saya melangkah dengan kening mengerut. Apa sebab?
 
Kepada si perempuan muda dan lelaki muda tadi, saya bertanya dengan bahasa Batak yang begitu fasih, dan mereka menjawab dalam bahasa Indonesia yang sangat khas, berlogat Batak. Dimana setiap huruf e selalu mereka ucapkan dengan epepet. Padahal setahu saya, kabupaten Samosir masih menggunakan bahasa Batak sebagai bahasa sehari-hari.
 
Saya mencoba maklum. Pangururan memang sudah berbeda. Setelah menjadi ibukota kabupaten Samosir, daerah ini menjadi lirikan perantau mencari nafkah. Sudah terjadi pembauran suku di sana. Bahkan, seorang penjual roti bakar datang dari Jawa Barat untuk mengadu nasib di daerah ini. Agar komunikasi berjalan lancar , memang harus menggunakan bahasa Indonesia.
 
Namun sayangnya, ‘demam’ berbahasa Indonesia ternyata juga melanda desa-desa di sekitar Pangururan. Para orang tua, terutama yang pernah tinggal atau menempuh pendidikan di kota, telah menggunakan bahasa Indonesia kepada anak-anaknya. Menyebabkan, para anak lebih menguasai bahasa Indonesia daripada bahasa Batak. Padahal, di desa tersebut seratus persen penduduknya orang Batak. Ada semacam kebanggaan pada diri orangtua, merasa hebat dan modern, ketika anaknya menguasai bahasa Indonesia, dan justru tidak mengerti bahasa Batak.
 
Tidak ada maksud apapun ketika saya mengambil contoh Pangururan, karena faktanya seluruh daerah di Indonesia terjadi hal semacam ini. Dimana bahasa daerah mulai terpinggirkan.
 
Saya cinta bahasa Indonesia, saya juga cinta bahasa daerah saya. Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan nasional, sedangkan bahasa daerah merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia. Salah satu warisan budaya yang perlu dijaga kelestariannya.
 
Di Indonesia, ada sekitar 746 bahasa daerah yang tersebar dari ujung Sabang sampai Merauke. Sayangnya dari ratusan bahasa tersebut, hanya beberapa bahasa daerah yang memiliki sistem aksara, seperti bahasa Batak, Jawa, Melayu, Aceh, Lampung, Sunda, dan Bali. Dan sebuah peringatan besar telah ditabuh ketika UNESCO melalui Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan-nya mengeluarkan penelitiannya. Mereka menyebut sekitar 700 bahasa daerah di Indonesia terancam punah pada akhir abad 21. Kepunahan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain perkawinan campur dengan suku lain, urbanisasi, dan bencana alam.
 
Harus Dilestarikan
 
Tentu kita tidak ingin kehilangan begitu banyak kekayaan budaya bangsa. Bahasa daerah harus tetap lestari, menjadi bahasa yang dikuasai selain bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya. Untuk itu, sangat diperlukan komitmen kuat dari pemerintah. Ditengarai, terpinggirkannya bahasa daerah juga disebabkan karena terjadinya pertarungan budaya sebagai dampak dari perkembangan budaya yang tumbuh sedemikian cepat.
 
Salah satu cara melestarikan bahasa daerah adalah dengan cara memasukkan bahasa daerah ke dalam kurikulum pendidikan. Tidak hanya ditingkat pendidikan sekolah dasar, namun juga tingkat pendidikan di atasnya. Guru yang mengampu mata pelajaran ini, juga harus benar-benar kompeten di bidangnya. Bukan merupakan guru ‘comot’ dari mata pelajaran lainnya. Sepertinya, tidak ada universitas maupun lembaga pendidikan lainnya membuka jurusan Bahasa Daerah bagian pendidikan.
 
Di Universitas Sumatera Utara, ada beberapa jurusan sastra bahasa daerah, seperti Sastra Batak dan Sastra Melayu. Namun, dari tahun ke tahun, peminat jurusan sastra daerah tidak pernah bertambah. Selalu saja peminatnya jauh lebih sedikit daripada daya tampung. Sepinya peminat pada jurusan sastra daerah, karena lapangan kerja yang sangat sedikit. Untuk itu, pemerintah harus membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi sarjana lulusan sastra daerah. Agar jurusan ini tidak lagi dianggap sebelah mata.
 
Akhirnya, melestarikan bahasa daerah bukan hanya tugas yang diletakkan di bahu negara, namun merupakan tanggung jawab kita bersama. Buang jauh-jauh pikiran ‘ndeso’ atau ‘katrok’ ketika berbicara dalam bahasa daerah. Buang persepsi dalam diri, merasa modern dan hebat ketika mengaku tidak lagi bisa berbahasa daerah. Tegaskan dalam diri, menguasai bahasa daerah berarti cinta budaya bangsa, bangga menjadi bangsa Indonesia yang sangat beragam.
 
Mari, suarakan bahasa daerahmu!
***

*) Penulis, tinggal di Binjai /10 Des 2011. http://sastra-indonesia.com/2012/03/mari-melestarikan-bahasa-daerah/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar