Friday, April 30, 2021

KNUT HAMSUN, PERIHAL ISI PERUT DAN SEBUAH HARGA DIRI

Fatah Anshori *
 
Perihal isi perut barangkali tidak bisa dianggap sepele. Ia adalah kebutuhan vital dalam kehidupan. Seseorang bisa hidup dengan makan. Tanpa makan sudah tentu secara nalar orang akan mati. Memang secara fisiologis tubuh mampu bertahan hidup dalam jangka waktu tertentu tanpa makan dan minum. Jika jangka waktu itu habis muara selanjutnya tentu kematian.
 
Membaca novel Lapar karangan Knut Hamsun, seorang pengarang Norwegia. Perihal isi perut itulah yang menjadi pokok permasalahan utama di novel tersebut. Tokoh utama sekaligus narator cerita, atau bisa kita panggil aku lirik dalam novel ini adalah orang yang mengalami permasalahan itu.
 
Cerita diawali dengan tuturan aku lirik ketika sedang menjelajahi jalan di kota Cristiania—nama lain ibu kota Norwegia sebelum diganti Oslo. Ia menyebut itu adalah sebuah kota aneh di mana ia tinggal dan menjalani kehidupan-kehidupan sulitnya. Bisa kita bayangkan aku lirik adalah seorang lelaki menyedihkan yang tidak sanggup apa-apa kecuali menulis. Di suatu bagian aku lirik berusaha melamar kerja sebagai tentara namun karena postur tubuhnya yang kurang proporsional akhirnya ia tidak diterima. Akhirnya di kota itu ia hanya hidup dari menulis.
 
Tapi kita tahu hidup dari menulis tentu tidak mudah. Barangkali ini sama dengan kehidupan nyata, menulis untuk memenuhi kebutuhan hidup, mau tidak mau adalah dengan cara mengirimkan tulisan-tulisan kita ke media massa atau menerbitkan buku. Baru kemudian kita bisa mendapatkan royalti atas tulisan-tulisan kita. Tapi hal tersebut tentu saja tidak semudah menyelesaikan skripsi. Tidak ada pakem-pakem tertentu dalam hal menulis agar dapat dimuat media dan mendapatkan royalti.
 
Aku lirik dalam novel Lapar, kurang lebih juga mengalami hal yang sama, kemalangan yang bertubi-tubi. Ia berkali-kali diusir induk semangnya karena tidak bisa membayar kos. Tidak ada uang untuk membeli secuil roti, hingga ia terpaksa untuk melumat batu, menggigiti kulit kayu, atau berbohong ke tukang daging untuk meminta tulang sebagai pakan anjing peliharaannya. Ia melakukan semua itu untuk bertahan hidup.
 
Tentu saja kita akan berpikir itu sebuah kegilaan, kehidupan macam apa itu. Sesulit-sulitnya orang di dunia nyata paling tidak mereka tetap bisa makan. Jika nasib terlalu buruk tinggal di kota dan tidak punya apa-apa termasuk saudara, paling tidak kau bisa mengemis di lampu merah, ngamen dengan memasag wajah iba tanpa mempedulikan nada, atau yang tidak mempedulikan benar atau salah kau bisa ngutil. Tentu saja dengan itu kau bisa menyelesaikan urusan isi perut. Tapi kenapa aku lirik dalam novel Lapar tidak melakukan hal-hal serupa, tentu saja itu karena harga diri. Bahkan aku lirik merasa sangat bersalah ketika ia menanyakan royalti naskah pada redaktur media. Bahkan dihadapan uang yang sudah nyata miliknya ia tak mau untuk sekedar menanyakannya. Seolah ia tak membutuhkan uang padahal di dalam hatinya ia sangat membutuhkannya. Mungkin ia akan merasa tampak hina jika ia menulis untuk mendapatkan uang, seakan-akan uang adalah segalanya.
 
Jika kita hadapkan pada dunia nyata, barangkali tidak orang di sekitar kita yang nasibnya seburuk aku lirik dalam novel Lapar, Hamsun. Paling tidak seburuk apapun nasih buruk orang di dunia nyata, mereka tentu bisa makan, ngopi, bahkan membeli rokok. Tapi yang keterlaluan adalah mereka yang sudah memiliki rumah di setiap kota, tapi masih mengambil uang warga tanpa sedikitpun menempel setitik rasa bersalah di hatinya, apakah mereka pantas membicarakan harga diri? Atau melambai-lambaikan tangan di depan warganya?
 
Membaca novel Lapar, Hamsun yang memiliki tokoh utama seorang penulis. Mungkin akan membuat kita merenung lebih lama tentang urusan isi perut, harga diri, nilai-nilai kehidupan, rasa bersalah, semangat dalam menjalani hidup, juga termasuk mencemooh semuanya. Meskipun novel ini dituturkan oleh seorang tokoh yang merupakan penulis, novel ini tidak mengajarimu atau sekedar menunjukkan kaidah-kaidah menulis yang baik. Tapi akan menunjukkanmu bagaimana menjalani hidup sebagai seorang penulis paling menyedihkan.
***

*) Fatah Anshori, lahir di Lamongan, 19 Agustus 1994. Novel pertamanya “Ilalang di Kemarau Panjang” (2015), dan buku kumpulan puisinya “Hujan yang Hendak Menyalakan Api” (2018). Salah satu cerpennya terpilih sebagai Cerpen Unggulan Litera.co.id 2018, dan tulisanya termuat di Sastra-Indonesia.com sedang blog pribadinya fatahanshori.wordpress.com http://sastra-indonesia.com/2021/01/knut-hamsun-perihal-isi-perut-dan-sebuah-harga-diri/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar