Sabrank Suparno
Apa yang melebar dari
sekedar acara remeh bedah buku? Tanggal 14 Juli 2010 lusa, komunitas Geladak
Sastra meneruskan estafet agenda sastranya yang ke-4 : membedah Kumpulan Cerpen
Zirah Mandar karya Bustan Basir Maras : cerpenis kelahiran Mandar Sulawesi
Barat : propinsi termuda di Indonesia. Enam belas kumpulan cerpen itu dibedah 3
aktor penggiat sastra : Abdul Malik (pengelola Balai Belajar Bersama Banyumili,
Mojokerto), Nasrul Ilaihi (Cak Nas) pemerhati budaya dari Dinas Porbupora
Jombang dan sastrawati Surabaya Gita Pratama. Masing-masing pembedah mengudal
penyerapan makna yang amat sublim terhadap buku Ziarah Mandar.
Cak Nas membagi penilaian
kumpulan cerpen ini menjadi 2 peta. Pertama, cerpen Paglao, Perahu-Perahu
Berlayar ke Barat, Pak Sholeh, Mbah Sung, Ziarah Mandar, tergolong cerpen
beralur datar dan lurus. Suspensi yang dibangun penulis tidak setinggi, bahkan
setajam gunung Semeru disbanding gunung Anjasmara. Pada cerpen ini bentuk tidak
menjadi esensi, tetapi melepaskan perenungan yang membuat pembacanya seolah
mendapat PR tersendiri. Kedua : pada pilihan cerpen Kartu Pos dari Australia,
Goresan Noktah Hitam, Lelaki Kamar Mandi, Menanti Keretamu Tiba, Sekedar
Menunda Kematia, dan Surat dari Ayah dikemas penulis dengan plot dinamis.
Suspensi yang dibangun terasa menggetarkan buhul dan persendian.
Yang menarik dalam cerpen
kategori ke 2 di atas, penulis memilih tehnik dengan anding cerita menggantung.
Sehingga rasa penasaran membubung dan mengimajinasikan seribu tanya. Dalam
cerpen Kartu Pos dari Australia misalnya; Bustan Basir Maras seperti menunutkan
keprihatinannya terhadap peristiwa heroik yang menggemparkan Pradisclub di
Legian Kuta Bali tanggal 12 September 2002 lalu. Sepenggal kisah tragis yang
menewaskan 104 nyawa dan 92 yang diantaranya berwarganegaraan Australia itu
direkam Bustan dalam cerpen kartu Pos dari Australia. Ide-ide keprihatinan
Bustan seolah menyetarai serentetan shoting sebuah stasiun televisi yang
menampilkan Emha Ainun Najib dalam acara ‘refleksi’, dimana durasi komentar
Emha Ainun Najib yang tak sampai 5 menit itu, mampu meredahkan kegaduhan
politik waktu itu dan sekaligus mampu meluruskan cara berfikir Balians dalam
menyikapi intrik politik masa presiden Abdurrahman Wahid waktu itu. Penghargaan
salut atas kepiawaian Emha di ungkapkan Rohaniawan Hindu Bali Made Gunung dalam
berbagai ceramah di televisi lokal Bali. Disinilah kecerdikan Bustan Basir
Maras. Meski empatinya tidak persis meniru Emha, tetapi melalui Kartu Pos dari
Australia cukup menjadi medania atas refleksi social yang terjadi.
Penggeledahan lebih
komprehensif juga dilakukan Abdul Malik. Penilaian yang dilakukan Cak Malik
dari 16 cerpen dalam buku Ziarah Mandar, 5 diantaranya kental dengan budaya
lokal Mandar, yakni dalam cerpen Paglao, Perahu-Perahu Berlayar ke Barat,
Ziarah Mandar, Damarcinna, dan Tammalarance. Dalam 5 cerpen ini, Bustan lebih
memerankan dirinya secara verbal sebagai sosok pejalan jauh yang syarat dengan
kegeraman rindu terhadap kampung halaman. Seolah ada yang tak tercatat di
langit dan kitab suci, yakni “Rindu Kampung Halaman”. Abdul Malik menjajarkan
Bustan Basir Maras dengan deretan penulis Milan Kundera, Julio Costazor,
Octavio Paz, Gunter Grass, Carlos Fuentes, Eugene Lonesco yang melatari geliga
nostalgia sebagai ‘sumur inspirasi’ tulisannya dari rasa rindu kampung halaman.
Bustan Basir Maras
sendiri saat ditanya oleh rekan Inwiardi (penulis Jombang yang hadir) tentang
kemungkinannya digalih lebih jauh penyilangan kebudayaan antara Jombang dengan
Mandar, lelaki kelahiran Sulawesi Barat itu menjawab : optimismenya penyilangan
itu bisa terjadi, sebab selama ini sudah ada kantung-kantung komunitas sastra
dan kebudayaan yang sudah dijalin oleh Emha Ainun Najib, Halim HD, dan tokoh
lain di pedalaman Cammana, Mandar dan wilayah-wilayah sekitar.
Bedah buku Ziarah Mandar
itu di komunitas Geladak Sastra merupakan serentetan serial Bustan keberbagai
wilayah di Indonesia : Sumenep, Pamekasan, Surabaya, Jombang dan sedang
mempersiapkan dengan jaringan komunitas di Jakarta dan Mandar. Sebab jajaran
pemkab Mandar sendiri sudah meminta agar buku itu segera dibedah di kampung
halamannya.
Gita Pratama, penyair
dari komunitas Esok, Serawung Surabaya ini didapuk sebagai pembicara terakhir,
Gita menitik pusatkan bedahannya pada cuplikan “maka ketahuilah kini kekasih,
jika aku terus mengadu dan selalu rindu, maka itulah kedekatanku denganmu,
tetapi jika terasa kau dekat dan aku malas menyapamu, dan tidak rindu lagi,
maka sesungguhnya aku telah jauh darimu. Bermil-mil. Bermusim-musim hingga
sejauh gurun-gurun sahara” (Perahu-Perahu Berlayar ke Barat). Perlawanan batin
penulis dituangkan dengan kalimat majemuk berlawanan ; jika aku terus mengau
dan selalu rindu//jika terAsa kau dekat dan aku malas menyapamu. Disatu sisi,
penulis harus bertahan diperantauan, disisi lain penulis prihatin dengan budaya
lokal Mandar yang terus tergerus kapitalisme global yang mulai mengeksplorasi
tanah kelahirannya, dengan dalih mengangkat bangkai pesawat Lion Air yang raib
beberapa tahun lalu.Sebagaimana kegelisahan perantau Jombang yang prihatin
dengan proyek perehapan lokasi pemakaman Gus Dur di Ponpes Tebu Ireng yang akan
mengganti suasana klasik artistik dan tektur bangunannya dengan eksterior
moderen.
***
http://sastra-indonesia.com/2010/08/ziarah-mandar-ziarah-sastra-ziarah-nusantara/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
A Kholiq Arif
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
A'yat Khalili
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Kirno Tanda
Abdullah Harahap
Acep Zamzam Noor
Adi Toha
Adrian Balu
Afri Meldam
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T.
Agus Hernawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
Ahid Hidayat
Ahmad Baedowi
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Khadafi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Ali Audah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Amir Hamzah
Ana Mustamin
Anam Rahus
Andari Karina Anom
Andi Achdian
Andra Nur Oktaviani
Anindita S Thayf
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Apresiasi Sastra (APSAS)
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Aryadi Mellas
AS Laksana
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Astree Hawa
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Ngashim
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Darto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benny Arnas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Bobby Gunawan
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Cak Sariban
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
Daisy Priyanti
Damhuri Muhammad
Dandy Bayu Bramasta
Dani Sukma Agus Setiawan
Daniel Dhakidae
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Rina Cahyani
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Wahyu Kusuma
Dick Hartoko
Djajus Pete
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Donny Anggoro
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Eduard Tambunan
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Faizin
Eko Nuryono
Emha Ainun Nadjib
Enda Menzies
Endang Susanti Rustamadji
Erwin Setia
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Idawati
Evi Sukaesih
F. Rahardi
Fadhila Ramadhona
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Fairuzul Mumtaz
Faisal Fathur
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Farid Gaban
Fariz al-Nizar
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrozak
Faza Bina Al-Alim
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Fian Firatmaja
Fina Sato
Fitri
Franz Kafka
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Hairus Salim
Hamdy Salad
Happy Salma
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasif Amini
HB Jassin
Hendy Pratama
Henry Nurcahyo
Herman Syahara
Hernadi Tanzil
Heru Nugroho
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Gusti Ngurah Made Agung
Iberamsyah Barbary
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idrus
Ignas Kleden
Ilham
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imelda Bachtiar
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indria Pamuhapsari
Indrian Koto
Inung AS
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan ZS
Iva Titin Shovia
Iwan Nurdaya-Djafar
Iwan Simatupang
Jabbar Abdullah
Jakob Oetama
Jakob Sumardjo
Jalaluddin Rakhmat
Jaleswari Pramodhawardani
James Joyce
Jansen H. Sinamo
Januardi Husin
Jauhari Zailani
JJ. Kusni
John H. McGlynn
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joni Ariadinata
Juan Kromen
Junaidi Khab
Kahfie Nazaruddin
Kamajaya Al. Katuuk
Khansa Arifah Adila
Kho Ping Hoo
Khoirul Abidin
Ki Supriyoko
Kiagus Wahyudi
Kitab Para Malaikat
Knut Hamsun
Koh Young Hun
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kunni Masrohanti
Kurniawan
Kuswinarto
L.K. Ara
Laksmi Shitaresmi
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leo Tolstoy
Lesbumi Yogyakarta
Levi Silalahi
Linda Sarmili
Lukisan
Lutfi Mardiansyah
M Shoim Anwar
M. Aan Mansyur
M. Abdullah Badri
M. Adnan Amal
M. Faizi
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Marianne Katoppo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Mashuri
Max Arifin
MB. Wijaksana
Melani Budianta
Mohammad Yamin
Muhammad Ainun Nadjib
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Mustamin Almandary
Mustiar AR
Musyafak Timur Banua
Myra Sidharta
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Nawal el Saadawi
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nizar Qabbani
Nurel Javissyarqi
Nurul Anam
Nurur Rokhmah Bintari
Oka Rusmini
Onghokham
Otto Sukatno CR
Pakcik Ahmad
Pameran
Parakitri T. Simbolon
Pattimura
Pentigraf
Peter Handke
Petrik Matanasi
Pramoedya Ananta Toer
Prima Sulistya
Priyo Suwarno
Prosa
Puisi
Purwanto
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Ng. Ronggowarsito
R. Timur Budi Raja
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sutandya Yudhanto
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prabu
Rama Prambudhi Dikimara
Ramadhan KH
Rambuana
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Raudal Tanjung Banua
Raymond Samuel
Reko Alum
Remmy Novaris DM
Remy Sylado
Resensi
Rey Baliate
Ribut Wijoto
Riduan Situmorang
Rikard Diku
Riki Dhamparan Putra
Riri Satria
Rizki Alfi Syahril
Robert Adhi KS
Roland Barthes
Ronggowarsito
Rony Agustinus
Royyan Julian
Rozi Kembara
Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR)
Rusdy Nurdiansyah
Rusydi Zamzami
S. Arimba
S. Jai
Sabrank Suparno
Safar Nurhan
Sajak
Samsul Anam
Santi T.
Sapardi Djoko Damono
Sari Novita
Sarworo Sp
Sasti Gotama
Sastra Luar Pulau
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekar Sari Indah Cahyani
Selendang Sulaiman
Seni Rupa
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Setiyardi
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sobih Adnan
Soegiharto
Sofyan RH. Zaid
Sonia
Sosiawan Leak
Sovian Lawendatu
Sri Wintala Achmad
Stephen Barber
Subagio Sastrowardoyo
Sugito Ha Es
Sukron Ma’mun
Sumargono SN
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
T. Sandi Situmorang
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Eska
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Toeti Heraty
Tri Umi Sumartyarini
Ulfatin Ch
Umbu Landu Paranggi
Usman Arrumy
Wahyu Dhyatmika
Wahyu Hidayat
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Welly Kuswanto
Wicaksono Adi
Willem B Berybe
WS. Rendra
Y.B. Mangunwijaya
Yohanes Sehandi
Yudhistira ANM Massardi
Yukio Mishima
Yusi A. Pareanom
Zainal Arifin Thoha
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Zeynita Gibbons
Zulfikar Akbar
No comments:
Post a Comment