Monday, December 7, 2020

Menuliskan Angan-angan, Menceritakan Pengalaman

: Sebuah pembacaan atas buku Upacara Penyeretan Jiwa karya Ahmad Farid Yahya
 


Khoirul Abidin *
 
Dari harapan dan pengalaman, lahirlah sebuah buku Upacara Penyeretan Jiwa (sepilihan cerpen) ini. Serupa kue lapis, sepuluh “pilihan” cerita pendek dalam buku yang terbilang ramping atau tipis ini disajikan dengan berbagai warna; tema.
 
Pada bagian awal penulis seakan mengingatkan, bahwa hidup memang penuh dengan kejutan. Apa-apa yang akan terjadi di hari depan, manusia tiada pernah bisa menebak. Untuk itu, usaha dan doa mesti selalu diselaraskan—mengingat Waktu-lah penentunya.
 
Cinta itu buta dan tuli, lirik Lagu Galau Al Ghazali, barangkali itu yang menuntun tokoh utama dalam cerpen pembuka berjudul “Hanya Aku, dan Seumur Hidup”, untuk membunuh kekasih terkasih dengan tangannya sendiri.
 
“Aku mana bisa membiarkanmu dicintai semua orang, diperjuangkan semua orang, dan dimiliki semua orang. Aku hanya ingin kau menjadi milikku ….” Begitulah suara hati lelaki tanpa nama yang terbaca pada halaman 3. Ada kecemasan, ketakutan yang melingkari hatinya, sehingga sampai hati menghabisi nyawa sang kekasih, demi cinta yang abadi. Gila, tapi siapa pula rela melihat seorang terkasih dekat dengan orang (lawan jenis) lain? Sedang tahu belaka, bahwa cinta tumbuh karena terbiasa.
 
Kisah cinta yang cukup memeras perasaan juga terbaca pada cerpen kedua, “Weton”. Dalam budaya Jawa, weton merupakan hari pasaran (peringatan) yang menunjukkan hari kelahiran seseorang. Tak dimungkiri, meski teknologi berkembang sedemikian hebat dan menyeret tidak sedikit orang pada kebiasaan baru: menjual-membeli baju, dll., menyebar undangan, dsb. secara online misalnya. Akan tetapi, weton masih juga menjadi pertimbangan dalam banyak hal bagi orang Jawa atau setidaknya masyarakat kampung saya di Kota Lamongan; menentukan kecocokan pasangan, misalnya.
 
Dikisahkan sepasang kekasih tak berdaya melawan hitung-hitungan—hari lahir dan pasaran—Jawa. Mereka—tepatnya si lelaki saja—tak berani mengambil risiko dengan mengabaikan salah satu budaya Jawa tersebut. “Dik, luka sedikit apa pun kau nanti kalau bersuami aku, akan tetap dan terus saja dikait-kaitkan dengan masalah weton ini.” (Halaman 10-11).
 
Hidup kerap menghadapkan manusia pada pilihan, memang, dan harapan lebih sering memberikan luka, sialnya, masa lalu selalu jadi bayangan. Kenyataan tersebut terbaca pada cerpen “Sukirno”. Aroma satire mulai menguar di lembaran ini. Sebagai petani tembakau yang segala kebutuhan hidupnya tercukupi dari tanaman tembakau, Sukirno sakit hati mendengar pernyataan: rokok merusak kesehatan, bahkan haram. Satu lagi: “Tembakau sialan. Aku menjualmu dengan harga murah. Lalu kenapa kau dijual dengan harga sangat mahal hanya karena sudah digulung dan dibungkus lalu diberi label pabrik rokok terkenal?” (halaman 15).
 
Adapun cerita tentang seorang mahasiswa kritis yang diringkus satpam kampus hanya gegara stroy WhatsApp. Sayangnya, sejak mendapat beasiswa dari kampus, tangan mahasiswa itu tiba-tiba lumpuh untuk menulis kritikan terhadap kampus.
 
“Kita semua tahu bahwa mahasiswa adalah aset berharga kampus. Atau boleh dibilang mahasiswa adalah proyekan kampus. Dari dompet-dompet mereka akan terbang lembar demi lembar uang ke rekening kampus ….” (Halaman 59). Itu pandangan penulis yang terlukis pada cerpen “Beasiswa, Maba, dan Mahasiswa Adalah Proyek”.
 
Lewat buku ini, Ahmad Farid Yahya juga menceritakan perihal perubahan zaman, yang mana pada masa kini manusia dan ponsel seperti pasangan pengantin baru; ke mana-mana berdua dan enggan berpisah barang sedetik saja. “Padahal dengan mati lampu, sebagai orang dewasa aku merasa sangat resah. Bagaimana nanti aku mengisi daya HP-ku ketika baterainya habis kalau mati lampu begini?” (Halaman 51).
 
Tak hanya itu, penulis pun menyelundupkan kebiasaan yang ada di lingkungan sekitarnya. Seperti pada cerpen keempat yang sekaligus diambil sebagai judul buku, penulis bercerita perihal tetabuhan pada bulan Ramadan. Itu merupakan tradisi bocah ndeso pada awal pagi jelang sahur selama bulan puasa.
 
Sementara pada cerpen penutup, penulis menyuguhkan minuman khas Tuban, Tuak, yang sebenarnya telah dibahas pada Sukirno: “Beli Tuwak di Tuban. Biasa, Pak. Masak ada orkes enggak ada Tuwak, kan ada yang kurang gitu loh.” (Halaman 18).
 
Sebagaimana dikatakan penulis pada Sebuah Pengantar: Dari 10 cerpen yang terdapat dalam buku ini sebagian besar memiliki benang merah, yakni kematian dan kelokalan Jawa. Meski ada yang sama sekali terlepas dari kedua unsur tersebut.
 
Penulis merupakan alumnus UNISDA Lamongan program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kendati demikian, penulisan cerita dalam buku ini hampir sesuai dengan KBBI, hanya satu dua penulisan kata “dan” setelah tanda titik atau di awal kalimat. Namun begitu, itu tidak mengurangi kenikmatan memakan kue lapis bikinan Farid ini.
***
 
*) Khoirul Abidin, S.Pd. cerpenis asal Duriwetan, Maduran, Lamongan. http://sastra-indonesia.com/2020/12/menuliskan-angan-angan-menceritakan-pengalaman/

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar