Wednesday, July 22, 2020

Membaca Makassar di Panyingkul

Judul Buku: Makassar di Panyingkul!, Pilihan Kabar Orang Biasa
Editor: Lily Yulianti Farid dan Farid Ma'ruf Ibrahim
Pengantar: Nirwan Ahmad Arsuka
Halaman: 366 + xvii
Ukuran: 15 x 21 cm
Penerbit: Panyingkul!, Juli 2007
Peresensi: Mustamin Almandary
sinarharapan.co.id

Pada tanggal 10 Desember 2003, ribuan rakyat Irak melakukan unjuk rasa di kota Baghdad untuk mengutuk serangan bom yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab yang justru lebih banyak menewaskan rakyat sipil Irak. Sayangnya, unjuk rasa yang cukup besar dan penting itu luput dari perhatian media-media besar.

Untung saja, beberapa blogger lokal tidak melewatkan momen tersebut, mereka bahkan mengikuti persiapan-persiapan unjuk rasa itu dari beberapa hari sebelumnya. Adalah Ziyad, melalui blognya Healing Iraq, yang memberikan laporan lebih lengkap.

Dia cukup kaget ketika banyak pembacanya mengatakan bahwa untuk mengetahui situasi terkini di Irak, mereka membaca blog Ziyad terlebih dahulu, bahkan sebelum membaca CNN, BBC, dan lain-lain.

Laporan yang dibuat oleh Ziyad adalah salah satu contoh dari sekian banyak keterlibatan masyarakat biasa di dalam aktivitas jurnalisme. Sebelumnya, kita mengetahui bahwa masyarakat berada vis-vis dengan media. Masyarakat adalah konsumen dan media adalah produsen.

Dalam istilah Dan Gillmor, penulis buku We The Media: Grassroot Journalism by the People, For the People, citizen journalism telah membuat perubahan radikal di mana untuk pertama kalinya di dalam sejarah modern, "pengguna (media) memiliki fungsi ganda pada saat yang sama: menjadi konsumen sekaligus produsen."

Belakangan, seiring dengan perkembangan internet, citizen journalism juga semakin menemukan bentuknya. Sebagai contoh, OhMyNews yang diperkenalkan pertama kali pada tanggal 22 Februari 2000 oleh Oh Yeon-ho di Korea Selatan, kini dikenal sebagai prototipe paling bagus dari citizen journalism yang online.

Eksperimen tentang citizen journalism inilah yang menginspirasi beberapa orang untuk membangun sebuah komunitas yang kemudian diberi nama Panyingkul!. Di dalam bahasa Sulawesi Selatan, termasuk Sulawesi Barat sekarang, panyingkul secara harfiah berarti perempatan, pertemuan dua atau lebih titik, atau penanda persilangan segala arah.

Dalam tafsiran teleologis dan sosiologis, panyingkul bisa dimaknai sebagai keterbukaan positif, sikap pluralis dan inklusif, serta komitmen pada kemajemukan yang khas. Dengan didukung oleh dua orang editor, seorang web designer, seorang media advisor, dan delapan citizen reporter pertama, sebuah media citizen journalism online yang mengambil Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan, sebagai titik episentrumnya, diluncurkan pada tanggal 1 Juli 2006. Inilah kelahiran www.panyingkul.com.

Semua tulisan yang ada di dalam buku Makassar di Panyingkul merupakan pilihan dari tulisan yang pernah dimuat di Panyingkul selama satu tahun perjalanannya. Panyingkul lebih memfokuskan diri pada "sisi lain" berita yang tidak dijamah, atau mungkin kurang menarik, oleh media profesional.

Dengan menyebut diri sebagai "jurnalisme orang biasa," Panyingkul benar-benar membidik ke-biasa-an orang-orang biasa dengan episentrum Makassar. Lihatlah misalnya tulisan berjudul Es Putar, Lek Tou Sa dan Bundu Patte? (hal. 202) yang ditulis oleh Sammy Lee, seorang keturunan Cina yang walaupun sekarang tinggal di Sidney namun mengaku sebagai orang Makassar asli.

Saat ini, hampir tidak bisa lagi ditemukan cerita biasa mengenai kehidupan masyarakat Makassar di tahun 1940-an. Namun dengan cara yang bersahaja, Sammy Lee bisa menceritakannya kembali. Contoh lain bisa dilihat pada tulisan "Ambon Kart" Hingga "Balanda Itang" (hal. 124) yang ditulis oleh Luna Vidya. Ibu dari empat anak berdarah Ambon yang jika menyebut "pulang" maka yang dimaksudkannya adalah Makassar ini, mampu menelusuri "ruang dalam" orang Ambon yang sekarang sudah berbaur dengan masyarakat lain di Makassar.

Tentu saja terlalu muluk untuk mengharapkan "profesionalisme" jurnalistik di dalam isi buku ini. Kesan amatir sebagaimana yang diakui Nirwan Ahmad Arsuka, seorang budayawan yang memberi pengantar buku ini, terasa sangat kental. Akan tetapi, dengan bantuan editor yang juga menjadi pengawal Panyingkul, buku ini bisa memberikan daya tarik tersendiri. Buku ini menjadi sumber yang bisa mewartakan Makassar dan orang-orang yang terikat secara psikologis dengannya, dimanapun orang-orang itu berada.

Eka Budianta membagi penulis menjadi lima kelompok: penulis iseng, "pujangga kraton" yang menunggu pesanan, "sastrawan proyek" yang menulis karena proyek, penulis profesional yang mewakili kelompok penggiat jurnalisme sebagai profesi, dan "pengarang nurani" (Eka, 2005).

Mengikuti pengelompokan ini, penulis-penulis di dalam buku Makassar di Panyingkul bisa dikelompokkan penulis kelima. Mereka menulis dengan jiwa yang merdeka untuk memenuhi panggilan nurani, lepas dari tuntutan deadline, iming-iming hadiah, pujian; mereka menulis karena membutuhkannya.

Inilah yang membedakannya dengan tulisan serupa yang dimuat di media pada umumnya. Dan ini pula yang harus dipertahankan oleh citizen reporter Panyingkul! Mereka hendaklah mempertahankan ke-biasa-an mereka.

Keterlibatan orang biasa dan kemerdekaan mereka untuk membagi kabar, menjadi harapan baru di dalam ekosistem media. Justru, irisan antara orang biasa dan pewarta akan menyempurnakan kabar yang hendak disampaikan. Inilah yang ditekankan oleh Dan Gillmor.

Ia memperjelas bahwa pelaku-pelaku teknologi akan lebih memahami seluk beluk Silicon Valley misalnya, jika dibandingkan kita yang hanya melakoni jurnalisme an sich.

Panyingkul harus menuju ke arah itu. Harapan untuk menjadikan Panyingkul! sebagai salah satu ikon Makassar di masa depan tentu bisa dicapai hanya dengan kerja keras; mutlak melakukan pengembangan, pengasahan dan pendarasan. Dan selanjutnya, buku dari kabar orang-orang biasa yang diperuntukkan untuk orang-orang yang biasa pula, sebagaimana Makassar di Panyingkul ini, akan menemukan bentuknya yang lebih matang.
***

*) Penulis adalah peresensi buku yang berdomisili di Balikpapan, dapat dihubungi melalui email mustamin.almandary@gmail.com.

No comments:

Post a Comment

A Kholiq Arif A. Anzieb A. Muttaqin A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A'yat Khalili Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Kirno Tanda Abdullah Harahap Acep Zamzam Noor Adi Toha Adrian Balu Afri Meldam Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Dermawan T. Agus Hernawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi Ahid Hidayat Ahmad Baedowi Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Khadafi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Ali Audah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Amir Hamzah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andi Achdian Andra Nur Oktaviani Anindita S Thayf Anton Kurnia Anton Kurniawan Apresiasi Sastra (APSAS) Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Aryadi Mellas AS Laksana Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Astree Hawa Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Ngashim Badaruddin Amir Balada Bambang Darto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benny Arnas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Bobby Gunawan Budi Darma Bustan Basir Maras Cak Sariban Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Christine Hakim Cinta Laura Kiehl Daisy Priyanti Damhuri Muhammad Dandy Bayu Bramasta Dani Sukma Agus Setiawan Daniel Dhakidae Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dewi Rina Cahyani Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Wahyu Kusuma Dick Hartoko Djajus Pete Djoko Pitono Djoko Saryono Donny Anggoro Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Eduard Tambunan Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Faizin Eko Nuryono Emha Ainun Nadjib Enda Menzies Endang Susanti Rustamadji Erwin Setia Esai Esha Tegar Putra Evi Idawati Evi Sukaesih F. Rahardi Fadhila Ramadhona Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Fairuzul Mumtaz Faisal Fathur Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Farid Gaban Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrozak Faza Bina Al-Alim Feby Indirani Felix K. Nesi Fian Firatmaja Fina Sato Fitri Franz Kafka Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Hairus Salim Hamdy Salad Happy Salma Hardi Hamzah Hardjono WS Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasif Amini HB Jassin Hendy Pratama Henry Nurcahyo Herman Syahara Hernadi Tanzil Heru Nugroho Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Gusti Ngurah Made Agung Iberamsyah Barbary Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idrus Ignas Kleden Ilham Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imelda Bachtiar Imron Rosyid Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indria Pamuhapsari Indrian Koto Inung AS Irwan Kelana Isbedy Stiawan ZS Iva Titin Shovia Iwan Nurdaya-Djafar Iwan Simatupang Jabbar Abdullah Jakob Oetama Jakob Sumardjo Jalaluddin Rakhmat Jaleswari Pramodhawardani James Joyce Jansen H. Sinamo Januardi Husin Jauhari Zailani JJ. Kusni John H. McGlynn Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joni Ariadinata Juan Kromen Junaidi Khab Kahfie Nazaruddin Kamajaya Al. Katuuk Khansa Arifah Adila Kho Ping Hoo Khoirul Abidin Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kitab Para Malaikat Knut Hamsun Koh Young Hun Kritik Sastra Kucing Oren Kunni Masrohanti Kurniawan Kuswinarto L.K. Ara Laksmi Shitaresmi Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leo Tolstoy Lesbumi Yogyakarta Levi Silalahi Linda Sarmili Lukisan Lutfi Mardiansyah M Shoim Anwar M. Aan Mansyur M. Abdullah Badri M. Adnan Amal M. Faizi M.D. Atmaja Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Marianne Katoppo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Mashuri Max Arifin MB. Wijaksana Melani Budianta Mohammad Yamin Muhammad Ainun Nadjib Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Mulyadi SA Munawir Aziz Mustamin Almandary Mustiar AR Musyafak Timur Banua Myra Sidharta Nara Ahirullah Naskah Teater Nawal el Saadawi Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nizar Qabbani Nurel Javissyarqi Nurul Anam Nurur Rokhmah Bintari Oka Rusmini Onghokham Otto Sukatno CR Pakcik Ahmad Pameran Parakitri T. Simbolon Pattimura Pentigraf Peter Handke Petrik Matanasi Pramoedya Ananta Toer Prima Sulistya Priyo Suwarno Prosa Puisi Purwanto Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Sutandya Yudha Khaidar R. Ng. Ronggowarsito R. Timur Budi Raja Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sutandya Yudhanto Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prabu Rama Prambudhi Dikimara Ramadhan KH Rambuana Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Raudal Tanjung Banua Raymond Samuel Reko Alum Remmy Novaris DM Remy Sylado Resensi Rey Baliate Ribut Wijoto Riduan Situmorang Rikard Diku Riki Dhamparan Putra Riri Satria Rizki Alfi Syahril Robert Adhi KS Roland Barthes Ronggowarsito Rony Agustinus Royyan Julian Rozi Kembara Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK – SSR) Rusdy Nurdiansyah Rusydi Zamzami S. Arimba S. Jai Sabrank Suparno Safar Nurhan Sajak Samsul Anam Santi T. Sapardi Djoko Damono Sari Novita Sarworo Sp Sasti Gotama Sastra Luar Pulau Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekar Sari Indah Cahyani Selendang Sulaiman Seni Rupa Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Setiyardi Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sobih Adnan Soegiharto Sofyan RH. Zaid Sonia Sosiawan Leak Sovian Lawendatu Sri Wintala Achmad Stephen Barber Subagio Sastrowardoyo Sugito Ha Es Sukron Ma’mun Sumargono SN Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani T. Sandi Situmorang Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Eska Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Toeti Heraty Tri Umi Sumartyarini Ulfatin Ch Umbu Landu Paranggi Usman Arrumy Wahyu Dhyatmika Wahyu Hidayat Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wicaksono Adi Willem B Berybe WS. Rendra Y.B. Mangunwijaya Yohanes Sehandi Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusi A. Pareanom Zainal Arifin Thoha Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito Zeynita Gibbons Zulfikar Akbar