Solo Pos, 16 Mar 2014
Imam Ghazali pernah menyampaikan dalam kesempatan ceramah, bahwa hal yang paling dekat dengan manusia bukanlah jakun atau urat nadi, tetapi kematian. Kematian dan segala dimensinya (arwah, hantu, dan hal-hal gaib lain) begitu dekat dan misterius. Semuanya pararel dengan kehidupan manusia, meski gaib dan irasional. Lalu bagaimana kalau hal-hal irasional itu seperti mendapatkan porsi lebih ringan dalam sebuah fiksi? Cerpen-cerpen Bamby Cahyadi dalam “Perempuan Lolipop” menawarkan cara tersendiri untuk menikmati bahkan menertawakan hal-hal gaib. Hingga yang beraroma seram, tampil manis dan lucu.
Nama Bamby Cahyadi tidak asing dalam kancah sastra Indonesia. Dahulu, saban minggu Bamby memasang status berisi cerpen, puisi, maupun esai yang terbit di berbagai koran. Selanjutnya Bamby memindah pendokumentasian tersebut dalam satu grup Facebook “Sastra Minggu” dengan anggota lebih dari 7000 orang. Buku “Perempuan Lolipop” adalah buku kumcer ketiganya, yang berisi 19 cerpen yang semuanya sudah tayang di koran maupun majalah.
Di buku ini Bamby, seperti ingin membuat kesan bahwa kematian dan dunia gaib bisa tampil lucu dan menghibur. Hal ini terlihat dari pemilihan rupa sampul. Sampul buku berwarna biru cerah dan manis. Sangat berbeda dengan buku-buku sastra lainnya yang biasa diisi dengan lukisan maupun ilustrasi dengan dosis seni yang tinggi. Sehingga buku ini tidak hanya menarik perhatian penikmat sastra juga kaum popis urban.
Kita dapat membagi kesembilan belas cerpen menjadi dua bagian: (1) cerpen-cerpen yang mengangkat tema dunia irasional meski porsi berbeda-beda, dan (2) cerpen dengan tema realis dari kejadian sekeliling penulis.
Hidangan pembuka dalam buku ini “Credo Quia Absurdum” membenturkan logika manusia urban dengan dunia cenayang. Judul cerpen diambil dari bahasa latin yang berarti “saya percaya karena mustahil” menjadi kunci untuk mengerti sikap tokoh utama dalam cerpen. Namun cerpen ini menjadi hidangan pembuka yang tidak lezat. Cerpen ini memberi penjelasan rute jalan di Jakarta yang berlebihan. Bagi pembaca yang tidak familiar dengan jalan-jalan itu tentu bakal jemu. Apalagi mereka yang tiap hari melewati. Lebih mengecewakan adalah Bamby mengakhiri cerpen ini dengan adegan kematian. Mengakhiri cerpen dengan kematian adalah pengereman mendadak imajinasi pembaca.
Dunia irasional juga dominan dalam cerpen-cerpen selanjutnya. Cerpen “Tubuhku Tersesat Di Jalan Pintas” bercerita tanpa logika yang masuk akal. Manusia modern tentu akan bertanya bagaimana arwah seseorang bisa bertukar badan dengan orang yang masih hidup. Jawabannya kembali pada kredo bahwa Bamby sedang ingin menertawakan hal-hal irasional yang tidak perlu dicari dasar logikanya. Termasuk dalam cerpen “Aku, Pistol, dan Polisi”. Cerpen dengan pusat cerita adalah sebuah pistol warisan mendiang ayah yang berprofesi sebagai polisi. Pistol itu berkisah tentang si ayah. Di samping memberi sindiran terhadap polisi-polisi yang tidak jujur, cerpen ini juga menyampaikan kesepian yang dalam. Kesepian yang membuat seolah-seolah semua benda bisa menyampaikan kisahnya untuk penutup lubang rindu lepas peristiwa kematian.Hal senada dapat ditemukan dalam cerpen “Dua Rangkai Kisah Kematian” yang berkisah tentang orang yang koma, lalu masuk dalam dunia arwah. Kembali ditemukan hal irasional tentang bagaimana arwah dapat bertukar ke badan orang lain. Mungkin kejadian ini hanya akan ditemukan dalam dunia animasi anak-anak.
Usaha Bamby untuk membuat dunia irasional menjadi lebih ceria tampak dalam cerpen “Malaikat Mungil dan Perempuan Lolipop”. Malaikat maut disimbolkan perempuan mungil dan perempuan yang suka mengemut lolipop. Sehingga harapan Bamby bahwa kematian bukan menjadi hal yang menakutkan dapat terwujud, Seandainya mati seperti orang yang mengembuskan asap rokok, betapa bahagia kematian nenek dan ibunya. Tentu banyak orang akan memilih mati ketimbang melanjutkan hidup yang menjengkelkan ini. (hal.80)
Meski tanpa pembagian jelas, delapan cerpen terakhir Bamby adalah cerpen realis yang jauh dari dunia irasional. Dimulai dari cerpen “Ketika Hujan Reda”. Cerpen-cerpen itu beraroma realis, mulai dari tema kemiskinan, kesenjangan soial antara si kaya dan si miskin, kehidupan suami istri, kemacetan Jakarta pagi hari, atau ketulusan seorang ibu.
Lalu apa delapan cerpen ini tidak salah posisi? Bukan. Bagian pertama pembaca disuguhi hidangan yang bertema hal-hal gaib dengan dosisi nalar yang kecil. Mulai dari cenayang, firasat kematian, hantu, arwah, dan mimpi-mimpi gaib. Hal-hal tersebut jauh-jauh dari logika namun dekat dengan kehidupan kita. Lalu di bagian kedua pembaca dipaksa mengubah haluan dengan membaca cerpen-cerpen realis. Karena kadang realitas kehidupan juga jauh dari logika. Bagaimana kehidupan bertetangga bisa tidak saling memedulikan? Bagaimana mungkin jalanan raya macet dan hampir berhenti saban pagi? Hal-hal nyata yang sampai sekarang sulit diterjemahkan secara logis.
Hingga ketika rampung menbaca, harapan agar kematian dan hal-hal irasional, termasuk kejadian sehari-hari yang dekat dengan kita dapat dimaknai sebagai hal wajar dan mencipta ruang untuk pembaca merenungkan makna.
Judul Buku: Perempuan Lolipop
Penulis: Bamby Cahyadi
ISBN: 9786020302591
Tebal: viii+198 halaman
Penerbit: Gramedia, Februari 2014
*) Teguh Afandi, kelahiran Blora 26 Juli 1990, sudah menerbitkan seratusan cerpen di berbagai media lokal dan nasional, belum termasuk ulasan buku/resensi. Salah satu cerpennya Juara 1 Sayembara Cerpen Femina 2014. http://sastra-indonesia.com/2020/11/dunia-irasional-bamby-cahyadi/
No comments:
Post a Comment